Dokter Candora A. Tambunan, Komit Melayani dalam Keterbatasan

Di daerah tersebut masyarakat masih terlalu polos. Semua orang yang belajar di bidang kesehatan dianggap bisa mengobati. Pernah suatu saat ada warga yang digigit anjing. Warga itu tidak datang ke puskesmas. Malah dia datang ke salah seorang warga yang lulusan fakultas kesehatan masyarakat. ”Saya kemudian ditelepon salah satu pejabat daerah. Pejabat itu protes kenapa saya tidak mengobati,” kisahnya.

Soal vaksin, Dora mengaku beruntung lantaran vaksin dasar di Werinama sudah terpenuhi. Ada freezer yang mampu bertahan saat listrik padam sehingga vaksin tidak rusak. ”Yang harus diperhatikan adalah obat. Tidak semua obat yang dibutuhkan disediakan dinas kesehatan,” katanya.

Untuk menyiasatinya, Dora membeli obat-obatan di ibu kota kabupaten. Untuk biaya obat, dia menggunakan subsidi silang. Bagi yang tidak mampu, obat digratiskan.

Ketika ditanya apakah nanti kembali mengabdi di pelosok Indonesia, Dora menjawab ragu. Alasannya, dia ingin meng-update ilmu. Selama di Werinama, Dora merasa terasing. Padahal, ilmu kedokteran terus berkembang. Ketika dia mau ikut seminar, biaya yang dikeluarkan banyak. ”Saya ingin menimba ilmu lagi. Untuk masyarakat juga nantinya,” tutur dia.

Dora berharap pemerintah tidak hanya memperhatikan pemerataan dokter ke daerah. Tapi juga memberikan fasilitas penunjang yang memadai. (*/c9/oki/rie)

Tinggalkan Balasan