bandungekspres.co.id – PENCAPAIAN prestasi ditentukan antara lain oleh kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai dan berstandar nasional maupun internasional. Gelaran PON XIX 2016 Jawa Barat telah usai, mewariskan sedikitnya lima stadion megah, indah, dan representatif untuk memacu dan memicu prestasi olahraga serta pencetakan bibit-bibit unggul atlet nasional.
Selain lima stadion besar tadi, ada beberapa venue cabang olah raga yang tersebar di 16 kota kabupaten di Jawa Barat yang dipersembahkan dari dan untuk masyarakat Jabar.
Kecuali Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) yang hanya dipakai untuk upacara pembukaan dan penutupan PON XIX, empat stadion lain yakni Si Jalak Harupat di Soreang Kabupaten Bandung, Pakansari di Cibinong Bogor, Patriot di Kota Bekasi, dan Wabawa Mukti di Cikarang Timur Kabupaten Bekasi, juga pakai para altet pada ajang PON XIX lalu untuk bertarung meraih posisi terhormat.
Keberadaan stadion-stadion megah dengan fasilitas lengkap itu tentu saja tidak lepas dari andil para kepala daerah dan seluruh warganya. Sangat membanggakan dan patut diapresiasi.
Tidak hanya untuk gagasan dan pemikiran, apresiasi yang tinggi juga saya sampaikan atas segala upaya dan kerja keras, termasuk mencari dana untuk pembangunannya. Saya bahkan berani menyatakan, pembangunan stadion-stadion itu diawali oleh gagasan “gila dan spektakuler” para kepala daerah.
Stadion GBLA, misalnya. Stadion yang sangat monumental dan megah itu lahir dari gagasan Wali Kota Bandung Dada Rosada. Stadion Pakansari, digagas dan dibangun Bupati Bogor Rahmat Yasin. Stadion Patriot diawali pembangunannya oleh Wali Kota Bekasi Muhamad Muchtar. Stadion Wibawa Mukti digagas Bupati Bekasi Saadudin. Gagasan yang luar biasa juga ditunjukkan Bupati Bandung Obar Sobarna dalam mengawali pembangunan Stadion Si Jalak Harupat.
Kemegahan Stadion GBLA, Si Jalak Harupat, Pakansari, Patriot, dan Wibawa Mukti, kini bisa disaksikan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk aktivitas olah raga prestasi. Namun, di balik kemegahan itu ada perjuangan yang sangat berat dalam mewujudkannya.
Dada Rosada, misalnya, harus memikirkan bagaimana sebuah stadion bertaraf internasional seluas 5,2 hektar itu bisa dibangun di areal rawa atau tanah basah seluas 16,9 hektar. Ini tentu memerlukan pemikiran karena memang bukan pekerjaan mudah.