Di Balik Keberhasilan Satgas Tinombala Polri-TNI Memburu Santoso

GPS yang disita itu bisa dibilang turut mengubah keadaan. Sejak awal diketahui, hanya beberapa orang anggota Santoso yang mengenal luar dalam medan. Selebihnya menggunakan GPS untuk bisa bergerak di hutan itu. ”Kalau GPS itu sudah tidak dimiliki, tentu ruang gerak terbatas. Arah tidak diketahui,” ucapnya.

Hasilnya, memang makin banyak anggota Santoso yang tertangkap. Bahkan, anggota Santoso yang dinilai paling berbahaya karena memiliki latar belakang militer, Daeng Koro, bisa dilumpuhkan dan tewas.

Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Rudy Sufahriadi menjelaskan, saat itu ada warga yang didatangi seorang lelaki yang membawa senjata. ”Lelaki itu minta makan,” ujarnya.

Setelah diberi makan, lelaki tersebut pergi. Warga itu langsung turun gunung dan memberikan informasi kepada tim. Tim pun mengejar ke lokasi yang diprediksi sebagai lokasi lelaki tadi. ”Kami kejar ke arah larinya, ketemu dan kontak tembak. Setelah itu diidentifikasi, lelaki itu Daeng Koro,” ujar penanggung jawab Operasi Tinombala 2016 tersebut.

Pengejaran Santoso cs dilakukan dengan bongkar pasang strategi. Rudy mengungkapkan, lebih dari lima kali strategi diubah selama lebih dari 1,5 tahun tersebut. Itu dilakukan setelah berkomunikasi dengan pasukan di lapangan. ”Jadi, strategi itu ditentukan setelah mengenali kelemahan tim dan keunggulan Santoso cs,” katanya.

Pernah suatu kali pada akhir 2015, Rudy menanyakan kepada anak buahnya mengapa Santoso tak kunjung tertangkap. Saat itu anak buahnya menjelaskan bahwa Santoso selalu berada di posisi paling buncit saat kontak tembak. ”Ini trik Santoso, berarti beruntung saja tidak tertangkap sejak awal,” ucapnya.

Untuk merespons itu, semua strategi pengejaran tidak lagi dilakukan dengan naik dari jalan utama Bukit Biru. Tapi dari jalur yang tak biasa digunakan orang. ”Kalau dari jalan biasa, selain ketahuan, juga membuat Santoso bisa mempersiapkan posisi terjauh dari kontak tembak,” papar Rudy.

Maka, pasukan dikerahkan melalui jalur-jalur yang terjal dan tidak biasa dipakai orang. Bisa jadi harus memanjat tebing dan naik ke bebatuan. ”Yang penting, tanpa diketahui bisa naik di atas bukit,” ujarnya saat ditemui di Mes Tinombala, Poso.

Tinggalkan Balasan