”Kedua harus rajin mencari ilmu, dan rajin ibadah. Di sini emosional dan spiritualnya juga harus lengkap,” ujar pria yang akrab disapa Emil itu.
Emil menjelaskan, Masagi berarti paripurna, kokoh, dan ajeg di semua sisi kehidupan. Bandung Masagi menggunakan simbol pohon yang karakternya akar. Menurutnya, akar sehat dan baik akan berbuah luar biasa.
”Seperti halnya kita sebut hasil tidak akan membohongi proses. Kalau hasil baik, proses juga baik. Masagi harus mengakar di tempat kita hidup, makanya kita harus cari akar-akarnya,” ujar Emil.
Ada empat prinsip yang ada pada pendidikan karakter Bandung Masagi. Silih asih, dia jelaskan sebagai saling mencintai kehidupan dan kemanusian. Lalu, silih asah dianggap untuk mencerdaskan dan tidak pintar sendiri.
Silih asuh, diartikan sebagai saling mendampingi dan membimbing antarmanusia. Terakhir adalah belajar menyampaikan hal yang baik.
Dari empat itu lahir empat program, cinta agama sebagai dasar dan kompas moral. Kedua, jaga budaya, makanya ada Rebo Nyunda. Bela negara, dan cinta lingkungan. Ini yang dalam kurikulum formal kurang hadir
Emil menyebutkan, pendidikan karakter Bandung Masagi akan menghasilkan anak dengan sejumlah sifat. Dia mencontohkan, anak bisa jujur, berani, percaya diri, tangguh, peduli, tekun, bisa adil kepada sesama, toleran, disiplin, mandiri, kritis, berinisiatif, kreatif, ramah, someah, tanggung jawab, sederhana, cekatan, sadar diri, serta kerjasama. ”Peluncuran pendidikan karakter Bandung Masagi merupakan harapan generasi muda saat ini,” ujarnya.
Konsepnya pun dinilai sesuai dengan arahan menteri terutama dalam proses pengenalan lingkungan sekolah (PLS). Hal ini sesuai dengan aturan Kemendikbud.
Hal serupa juga dikatakan oleh Kepala Pendidikan Kota Bandung Kota Bandung Elih Sudiapermana. Menurut Elih, kekerasan dalam hal apapun jelas tidak boleh. Baik fisik, verbal dan kekerasan seksual. ”Adanya Bandung Masagi untuk menghalau hal itu,” katanya.
Sebab, kali ini pendidikan sudah bergeser pengertian. Bukan lagi pendidikan behavior, melainkan pendidikan humanistik. Dalam hal ini, jelas adanya perpeloncoan bukan manusiawi.
Sekretaris Bandung Masagi Dante Rigmalia menambahkan, Bandung Masagi ini butuh waktu untuk menyamakan persepsi di antara para guru di sekolah. ”Di sekolag, guru-guru yang saat ini mengajar adalah guru-guru tahun 90-an,” jelasnya.