Bisa Saksikan ”Tiga Dara” yang Ngetop 60 Tahun Silam

 

Rindu menonton film-film klasik Indonesia yang pernah beken pada zamannya? Render Digital Indonesia dan SA Films berupaya mewujudkannya lewat restorasi film Tiga Dara yang bakal tayang pada 11 Agustus mendatang.

NORA SAMPURNA, Jakarta

GENERASI millennial atau yang lahir setelah era 1980-an mungkin tidak begitu mengenal film Tiga Dara. Namun, generasi yang lebih senior tentu tahu bahwa film yang diproduksi pada 1956 itu merupakan karya seni budaya populer yang menjadi trendsetter pada masanya, baik dari sisi musik maupun fashion. Film besutan sutradara legendaris Usmar Ismail yang dibintangi oleh Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak tersebut juga sangat sukses secara komersial.

Bukan hanya di Indonesia, Tiga Dara mendapat sambutan yang luar biasa di kancah internasional. World premiere film itu dilakukan di Venice Film Festival pada 1957. Film bernuansa musikal tersebut meraih Piala Citra untuk kategori aran­semen musik terbaik pada Festival Film Indonesia 1960.

Tiga Dara juga menjadi pemenang cerita asli terbaik dalam Pekan Apresiasi Film Nasional pada tahun yang sama.

Pada awalnya, sekitar 2011-2012, pemerintah Belanda melalui EYE Museum di Amsterdam berniat merestorasi film Tiga Dara. Materi asli film seluloidnya pun sudah dikirim ke Amsterdam. Namun, karena krisis ekonomi yang belum mereda di kawasan Eropa saat itu, niat tersebut mesti digantung dulu. ”Padahal, semakin lama didiamkan, tingkat kerusakan film makin tinggi, sementara pihak EYE Museum di Amsterdam tidak bisa memberikan kepastian kapan film akan direstorasi,” ujar Yoki P. Soufyan, komisaris dan direktur utama SA Films yang juga merangkap sebagai komisaris serta direktur utama PT Render Digital Indonesia.

Karena ketidakpastian tersebut serta kekhawatiran materi film akan semakin rusak dimakan usia, PT Render Digital Indonesia dengan dukungan penuh SA Films memulai inisiatif, negosiasi, dan proses administrasi yang diperlukan untuk mengembalikan materi asli film dari Belanda ke Indonesia.

Saat ditemui di kantornya, kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pekan lalu, Yoki menceritakan awal mula pihaknya terlibat di bidang restorasi film. Awalnya, pada 2010, PT Render Digital Indonesia membeli mesin scanner film buatan Swedia untuk mengonversi film ke format digital sehingga memudahkan proses postproduction film. Mesin scanner tersebut juga didesain khusus. Dapat melakukan scanning dan mengonversi arsip film yang berusia tua ke format digital.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan