Pratama D. Persadha, Ahli Telik Sandi yang Rintis Pengamanan Cyber Sendiri

”Jadi, sudah biasa angkat kasur malam-malam atau tangan yang bolong-bolong karena dipaksa push up atau guling-guling. Sempat pernah terpikir ingin kabur juga sih awal-awal waktu itu. Tapi, ya alhamdulillah, semua akhirnya bisa diselesaikan,” kenangnya.

Pada 1999 Pratama akhirnya dinyatakan lulus dari Akademi Sandi. Kali pertama, dia kemudian ditempatkan di semacam departemen penelitian dan pengembangan (litbang) yang dimiliki Lemsaneg. Di situ, dia sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengkajian peralatan sandi, masalah algoritma, sistem sandi, hingga cara mengecek peralatan pengamanan sandi.

Selepas sekitar dua tahun kemudian, dia mulai dipindahkan ke bagian operasional. Beberapa kerja intelijen mulai dilakoni. ”Awalnya, ada takut-takutnya juga. Sebab, di kami (Lemsaneg, Red) ada keyakinan bahwa sukses dalam operasi itu sudah biasa, tapi kalau failed, jangan harap keberadaan kita diakui. Tapi, seiring waktu, enak juga ternyata karena setidaknya bertemu dan kenal banyak orang,” ujarnya.

Karir Pratama sebagai sandiman, pelan tapi pasti, mulai merangkak. Sekitar 2003, dia dikirim ke Swiss untuk mengikuti pelatihan Cryptography Programming. Tempatnya di sebuah pabrikan sandi ternama dunia di negara tersebut.

Sebulan di sana, suami Septi Riana itu semakin mengetahui betapa rumitnya membuat pesan yang tidak bisa disadap orang lain dan mengamankan informasi. Betapa kompleksnya meramu perhitungan algoritma dan matematika menjadi sebuah hasil terbaik.

Namun, pada saat yang sama, dia mulai memiliki kesadaran baru bahwa Indonesia tidak bisa selamanya bergantung pada asing dalam hal peralatan sandi. Sebab, kemandirian akan sulit diraih jika masih hanya berpuas sebagai pengguna.

”Paralel dengan itu, saya juga memulai bikin usaha sendiri. Kecil-kecilan, merakit komputer dan dikirim ke rumah-rumah,” ungkapnya. Kini usaha yang sempat jatuh bangun tersebut telah berkembang. Tidak saja menyediakan komputer rakitan, tapi juga sudah melayani jasa konsultasi terkait dengan pengamanan cyber. Beberapa cabang di luar negeri juga sudah dibuka. Mulai Singapura, Vietnam, Thailand, Australia, hingga Inggris.

”Ini pula yang jadi salah satu alasan saya akhirnya mundur dari Lemsaneg. Sebab, sudah tidak bisa disambi. Saya tidak bisa digaji negara sementara perhatian harus terbagi ke tempat lain,” bebernya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan