Istana Instruksikan Hukum Kebiri

Yang penting, dalam kasus ini juga dilibatkan tim forensic. Tim tersebut penting untuk memastikan dengan benar siapa saja yang menjadi pelaku pemerkosaan. ”Kami sudah koordinasikan dengan forensic,” jelas mantan Kapolda Banten tersebut.

Tapi, hingga saat ini dipastikan belum diketahui jumlah tepat dari pelaku pemerkosaan. Hingga saat ini, masih terus dikumpulkan data dari kasus tersebut. ”Sehingga, jumlahnya belum bisa dipastikan dengan benar. Nanti pasti aka nada kepastian, berapa jumlahnya,” paparnya.

Di sisi lain, hukuman ekstrim tersebut juga mendapatkan tantangan dari Komnas Perempuan. Subkomisi Reformasi Hukum Komnas Perempuan Sri Nurherwati menganggap, wacana hukuman untuk membuat jera para pelaku pemerkosaan dari pemerintah bukan solusi tepat menekan kasus pemerkosaan di Indonesia. Apalagi, dengan mengebiri pelaku dan menyebarkan profilnya ke masyarakat.

’’Kami tidak sepakat dengan hukuman-hukuman tersebut. Memang, pemerkosa dibuat jera agar tidak mengulang kejahatannya. Tapi, hukuman tersebut harus tetap bermartabat dan tidak kasar,’’ tegasnya.

Dia menjelaskan, dengan mengebiri dan menyebarkan informasi pribadi kepada publik justru memberikan efek samping yan signifikan. Pasalnya, bukan hanya pelaku  yang bakal menerima sanksi sosial dari masyarakat. Keluarga pelaku yang bisa saja istri dan anak juga bisa menjadi korban bullying karena pelaku jika hukuman itu diterapkan.

’’Padahal, keluarga pelaku belum tentu ada kaitannya dengan pelaku. Namun, mereka bisa menerima efek yang sama dengan pelaku. Ini jelas tak menimbulkan masalah baru lagi,’’ ungkapnya.

Saat ini, lanjut dia, keberpihakan penegak hukum terhadap korban. Pasalnya, banyak kasus-kasus yang terlewat dari perhatian publik luas namun tidak tertangani oleh penegak hukum. Baik laporan yang ditolak sampai putusan hakim yang tak memperhatikan definisi pemerkosaan.

’’Misalnya, anak-anak kalau melaporkan pemerkosaan ditanyai mana orang tuanya. Padahal, pelakunya adalah orang tua dari korban. Lalu, pertanyaan soal apakah itu paksaan atau suka sama suka yang biasanya menekan pihak korban,’’ ungkapnya.

Terkait hukuman pelaku pun, Komnas Perempuan saat ini sedang menggodok hukuman apa yang cocok. Dalam draft usulan tersebut, pihaknya pun sudah menemukan beberapa opsi lain. Misalnya, sistem resitusi (ganti rugi) yang harus dibayarkan pelaku terhadap korban.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan