Lionel Messi bukan Jenderal Edgardo Mercado Jarrin yang terkenal dalam Operasi Soberania-nya. Messi pun tidak memimpin tentara Argentina menginvasi ke Cile saat sengketa perbatasan tahun 1978. Yang dipimpin Messi adalah skuad Argentina yang menginvasi Estadio Nacional, Santiago, Cile.
Bukan untuk berperang seperti yang dilakukan oleh Jarrin. Operasi Soberania ala Messi itu untuk merampas kemenangan dari tuan rumah Cile dalam matchday kelima di kualifikasi Piala Dunia 2018 Rusia untuk Zona CONMEBOL, yang digelar Jumat pagi besok WIB (25/3).
Selain mengembalikan La Albiceleste – julukan Argentina – ke rel kemenangan, drama 2 x 45 menit nanti juga sebagai ajang pembalasan. Karena, di tempat yang sama 5 Juli lalu La Roja – julukan Cile – memecundangi Argentina dalam final Copa America 2015 dengan drama adu penalti 4-1 setelah tanpa gol di waktu normal.
’’Revans untuk final Copa America? Saya rasa tidak. Kami datang lagi ke tempat ini (Santiago) untuk mendulang tiga angka yang bisa membuat kami rileks memikirkan papan klasemen, dan konfiden di laga berikutnya. Saya yakin, Cile pasti berbeda dengan Juli lalu,’’ ujar striker Argentina, Sergio Aguero, kepada Ole.
’’Bukan hanya Cile, kami pun datang ke sini dengan beda,’’ lanjutnya. Bedanya Argentina dengan empat laga sebelumnya adalah keberadaan Lionel Messi. Bagi Aguero, comeback-nya winger kanan sekaligus kapten tim Argentina itu bisa memberi konfidensi lebih bagi skuad.
’’Messi pemain yang krusial bagi kami,’’ sebut Kun, sapaan akrab Aguero. Pasca final Copa America, La Pulga – julukan Messi – memang tidak membela Argentina pada empat laga kualifikasi Piala Dunia 2018 zona CONMEBOL. Alhasil, Martino pun susah menemukan skema permainan tanpa Messi.
Tanpa Messi, Martino bimbang antara formasi 4-3-3 atau 4-2-3-1. Posisi di sayap kanan yang biasanya menjadi tempat Messi beroperasi pun lebih sering dipercayakan ke Angel Di Maria. Meski sudah mampu menutupinya, tetap saja persentase menang negara berperingkat 2 FIFA itu.
Persentase kemenangan 25 persen dalam empat laga pertama menjadi pencapaian terburuk Argentina selama kualifikasi Piala Dunia. Lega di lini depan, waswas di defense Argentina. Terlebih dengan keputusan Martino memanggil bek Manchester City, Martin Demichelis.