Amito Konusere Araujo, warga Dili, mengatakan, saat suasana di Dili memanas pasca referendum, warung-warung Indonesia memang sempat lenyap dari Dili. Namun, mulai bermunculan lagi pada 2004-2005, seiring mulai dekatnya kembali dua negara bertetangga tersebut.
Amito pun mengaku setiap pekan menyempatkan diri jajan di warung Indonesia. ”Ya, seminggu dua kali,” tuturnya. ”Semua saya suka, asal ada sayurnya,” imbuhnya kala ditanya menu Indonesia yang menjadi kesukaan.
Situasi sosial budaya Timor Leste yang masih kental Indonesia itulah yang membuat WNI di sana mudah beradaptasi. Muhammad Ikhwan yang berasal dari Kediri, Jawa Timur, misalnya, mengaku tidak menghadapi kesulitan yang berarti saat pertama mendarat.
”Bahasa tidak ada kendala. Makanan juga sama saja, sesuai lidah di Indonesia,” kata pria yang bekerja di sebuah perusahaan pengaspalan jalan tersebut. (*/c10/ttg/rie)