”Bayangkan saja bagaimana kalau keluarga kita sendiri yang menjadi korban dalam aksi terorisme. Masa kita harus mengalami kepahitan baru menyadari bahwa Intelijen lalai dalam menditeksi dini,” pungkasnya.
Haris Maulana, 36, salah seorang pedagang yang biasa berjualan di kawasan Cilaki Taman Cibeunying Kaler mengaku tetap merasa resah meski teror bom utamanya terjadi di Jakarta. Sebab, dia juga bisa sewaktu-waktu bisa menjadi korban ledakan seperti halnya korban tewas di Jalan Tamrin.
’’Saya harap kepolisian bisa nangkep semua terorisnya. Biar usaha bisa tenang,” ujar Haris.
Haris mengaku agak tegang ketika Bandung dinyatakan dalam kondisi siaga satu. Terlebih, Kota Bandung berjarak tidak jauh dari Jakarta.
”Iya kan rumah dinas wali kota (Ridwan Kamil, Red) juga waktu itu sempet diteror bom ya. Ya sekarang lebih was-was,” tuturnya.
Sementara itu, Ujang, 48, salah seorang petugas Satpol PP di Gedung Sate menerangkan, keamanan di Gedung Sate saat ini lebih diperketat. Tidak hanya hanya dari arus keluar masuk orang dan kendaraan, namun sistem pengawasan menyeluruh. ’’Hampir semua sudut Gedung Sate dipasangi kamera CCTV. Seluruh kamera terawasi di pusat komando dan pengendalian (Puskodal),’’ jelas Ujang.
Ujang menambahkan, selain dipasangi Kamera CCTV, personel petugas kemanan pun ditambah. Sehingga dengan demikian keamanan dan kenyamanan semua yang ada di Gedung Sate bisa lebih merasa aman dari gangguan teror. ’’Mudah-mudahan lebih kondusif,’’ pungkasnya. (idr/yul/dn/rie)