Freeport Minta Rp 23 Triliun

[tie_list type=”minus”]Untuk 10,64 Persen Saham Divestasi[/tie_list]

bandungekspres.co.id– Upaya Ditjen Minerba Kementerian ESDM menagih divestasi saham PT Freeport Indonesia (PT FI) membuahkan hasil. Perusahaan tambang asal AS itu telah menyerahkan penawaran harga 10,64 persen saham kepada pemerintah. Nilainya tergolong tinggi. Yakni, USD 1,7 miliar atau sekitar Rp 23,6 triliun.

Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono mengatakan, penawaran itu sudah disampaikan ke Kementerian ESDM pada Rabu (13/1). Dalam penawarannya, PT FI melampirkan dua jenis harga. Pertama, untuk 10,64 persen saham dan harga kedua untuk pembelian 100 persen saham Freeport Indonesia.

”Sekarang tugas kami mengevaluasi penawaran itu,” ujarnya kemarin. Seratus persen harga saham disebutnya mencapai USD 16,2 miliar atau Rp 225 triliun. Namun, sesuai kewajiban PP 77/2014, yang perlu ditawarkan hanya 10,64 persen.

Jauh sebelumnya, PT FI melepas saham 9,36 persen. Pemerintah, lanjut Bambang, punya waktu 60 hari untuk merespons tawaran itu. Apakah diambil atau tidak. Jika diambil, pemerintah nanti punya saham Freeport 20 persen. ”Tapi, rasanya bakal lebih cepat. Tidak 60 hari,” terangnya.

Dia menjelaskan, evaluasi terhadap valuasi yang disampaikan Freeport akan melibatkan tim lintas kementerian. Isinya adalah Kementerian Keuangan, BUMN, Kementerian BUMN, dan para ahli. Namun, pemerintah disebutnya punya opsi menunjuk tim penilai independen kalau harga yang muncul tetap tidak masuk akal.

Setelah mendapat harga terbaik, baru pemerintah bertemu dengan Freeport lagi. Tujuannya membicarakan penawaran yang telah disepakati pemerintah. Nah, di situ kunci kesepakatan divestasi terjadi. ”Baru diputuskan berdasar persetujuan para pihak,” jelasnya.

Soal kepentingan menunjuk tim independen, Bambang menyebut belum tentu dilakukan. Itu bergantung pada hasil pembicaraan dengan tim terlebih dahulu. Karena itulah, hingga sekarang belum diketahui siapa saja tim ahli yang bakal dipilih secara independen.

Untuk hasil akhir, Bambang juga menyerahkan keputusan kepada menteri keuangan sebagai bendahara negara. Seperti diketahui, pemerintah akan memutuskan apakah divestasi itu dibeli sendiri oleh pemerintah atau tidak. Jika pemerintah tidak memiliki uang, divestasi bisa dialihkan ke perusahaan BUMN.

Saat ini, sudah ada Inalum dan Antam yang dipersiapkan Kementerian BUMN untuk mengambil alih saham. Tetapi, jika harganya masih terlalu mahal dan perusahaan tidak sanggup, bisa dialihkan ke BUMD, baru ke swasta. Opsi terakhir, jika tidak ada yang berminat, divestasi bisa dilepas lewat bursa efek. (dim/c6/oki/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan