Presiden pun menyatakan akan membeli pesawat terkait penanggulan bencana. ’’Jenis dan jumlanya masih dilakukan kajian lagi,’’ jelasnya. Nantinya, pesawat ini tak hanya digunakan untuk melakukan pemadaman kebakaran, namun juga untuk operasi SAR dalam menjangkau wilayah-wilayah terpencil dan patroli. Hingga kini, dana yang sudah dikeluarkan BNPB mencapai 500 Miliar. Sedangkan untuk dana siap pakai masih berjumlah 2,5 triliun untuk tahun ini.
Disamping itu, Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Parwati Sofan menyebutkan bahwa terdapat 2.089.911 hektare hutan terbakar dari 21 Juni hingga 20 Oktober. ’’Update ini didasarkan pada periode setiap 10 hari dan kita analisis,’’ ungkapnya.
Luas wilayah tersebut sebanding dengan 32 kali luas wilayah DKI Jakarta. Tak hanya itu, Sumatera menjadi peringkat pertama wilayah yang paling luas terbakar. Yakni, mencapai 832.999 hektare dengan 267.974 di wilayah gambut dan 565.025 non gambut. Selanjutnya, diikuti wilayah Kalimantan 806.817 hektare dan Papua 353.191 hektare.
Keseluruhan tersebut diperoleh dari perpaduan antara satelit dan juga data peta lahan gambut yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian. Meski demikian, hasil perhitungan tersebut adalah estimasi atau jumlah perkiraan. ’’Data satelit hanya mampu mendeteksi wilayah terkecil seluas 6,25 hektare,’’ ungkap Parwati. Selain itu, metode tersebut juga tidak dapat menjangkau daerah yang tertutup awan dan asap yang tebal.
Sedangkan, penelitian Center for International Foresty Research menyebutkan bahwa lahan yang terbakar berada di lahan non kosensi. Yakni, sebesar 30 persen. Sedangkan, untuk wilayah Hutan Tanaman Industri 20 persen, kelapa sawit 20 persen, areal penggunaan lain 23 persen dan lain-lain 5 persen. (lus/hen)