Saya berhasil menemukan lokasi di mana di museum yang grande itu lukisan Monalisa digantung. Tapi, tidak bisa mendekat. Ratusan orang memenuhi ruangan itu. Dengan mengacungkan handphone. Memotret. Ternyata, lukisan asli Monalisa itu kecil sekali. Tenggelam oleh pengunjung. Novel yang terjual hampir 100 juta buku tersebut pastilah penyebabnya.
Saya juga berhasil menemukan toko Chanel di bawah museum. Tapi, yang dijual hanya kosmetik. Tidak ada Boy 25.
Demi sang putri, saya jalan kaki ke sepanjang Medellin Evenue yang tersohor itu. Merek-merek terkenal juga berpusat di sini. Ternyata, di Medellin Evenue pun tidak ada. ”Sombong banget merek ini,” kata saya dalam hati.
Saya pun lari ke internet. Harus ketemu. Ternyata, pusat Chanel ada di sebuah jalan kecil tidak jauh dari Medellin. Benar-benar pede merek ini.
Rupanya, hanya sebangsa saya yang tidak tahu alamat tersebut. Buktinya, begitu tiba di jalan kecil itu, orang sudah berjubel di depan toko: antre! Yaaa ampuuun. Beli tas antre! Satpam toko mengatur kapan antrean paling depan boleh masuk.
Saya pun begitu gembira ketika dapat giliran masuk. Saya berniat dengan semangat 45 akan membelikan pula istri saya. Kalau putri saya minta Boy 25, saya akan buat kejutan untuk istri saya: Boy 28. Ini saya rahasiakan dari anak saya. Juga tidak saya bocorkan kepada istri.
Dengan gegap gempita (dalam hati), sampailah saya di ruangan yang memajang tas. Pesss. Kempes. Hati saya pun seperti es krim jatuh dari cable car: kecewa. Boy 25 habis. Demikian juga Boy 28.
Saya belum menyerah. Ada info bahwa di mal terkenal itu, Galeries Lafayette, mungkin ada. Saya pun ke sana. Sekalian ingin ke gedung concert nasional untuk nonton orkestra. Ampun! Manusia berjubel di Lafayette. Mana itu krisis ekonomi?
Di sini pun untuk masuk ke toko Chanel harus antre! Saya amati beberapa orang yang ingin langsung masuk ditolak. Kelihatannya pengunjung dari Tiongkok. Harus antre.
Dari yang antre saat ini (Selasa, 27 Oktober 2015 pukul 16.00), saya lihat 50 persennya turis dari Tiongkok. Yang di depan saya pasangan muda dari Sichuan. Yang di belakang saya pasangan muda dari Wuhan. Saya mengenal baik dua daerah itu. Sambil antre, saya berbincang dalam bahasa Mandarin dengan mereka. Kian banyak saja orang kaya di Tiongkok.