Proses Harus Cepat, Tiap 5 Meter Ganti Orang

Pemilahan itu juga dipantau tim dari divisi proteksi radiasi. ”Setiap 3 menit, yang melakukan pemilahan harus berganti orang. Saya sudah terbiasa bekerja dengan ritme yang superketat,” kata mantan kepala sublimbah cair dan limbah padat itu. Aturan kaku tersebut harus dipenuhi untuk keamanan petugas pemilah limbah nuklir. Dia menegaskan, pekerjaan di Batan harus zero accident.

Sayogo menyatakan, limbah di PTLR Batan diolah dengan beberapa cara sesuai dengan jenis limbah. Pertama, pengolahan dengan cara dibakar. Proses itu menggunakan tabung khusus yang di dalamnya terdapat batu tahan api.

Suhu panas di dalam tabung diatur hingga mencapai 850 derajat Celsius. Saat pembakaran, tabung itu tidak mengeluarkan api, tetapi memanfaatkan batu tahan api yang sudah merah membara.

Limbah nuklir yang bakal dibakar dimasukkan ke dalam kardus seukuran kardus mi instan, kemudian dimasukkan melalui saluran khusus. ”Sekali masuk langsung bluuus… Jadi abu,” jelasnya. Setelah itu, abu diturunkan ke dalam drum berkapasitas 100 liter.

Abu tersebut masuk ke dalam drum bercampur semen dan air. Setelah penuh, drum langsung ditutup rapat. Dengan cara itu, kekuatan radiasi bisa diturunkan hingga memenuhi ambang keamanan.

Cara kedua adalah proses pemanasan atau penguapan. Cara itu digunakan untuk limbah radiaktif berjenis cair atau semicair. Caranya, limbah cair dipanaskan pada suhu tertentu sampai volumenya menyusut sehingga menjadi kental seperti adonan jenang.

Setelah itu, adonan tersebut diaduk bersama dengan semen di dalam drum berkapasitas 100 liter. Tinggal menunggu kering, adonan aman ditempatkan di gudang penyimpanan.

Cara ketiga adalah pengepresan. Cara itu biasanya digunakan untuk jenis limbah padat yang tidak bisa dibakar. Prosesnya, limbah radioaktif dimasukkan ke dalam drum berkapasitas 100 liter. Setelah itu, drum yang berisi limbah digencet sampai penyet.

Setelah penyet, drum dimasukkan ke drum berkapasitas 200 liter. Sisa ruang di drum berkapasitas 200 liter itu langsung digerojok batu kerikil dan semen. Cara itu disebut sistem betonisasi atau sementasi. ”Jadi, selain pengepul sampah nuklir, saya juga tukang nyemen limbah nuklir,” ujar Sayogo, lantas tertawa.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan