Proses Harus Cepat, Tiap 5 Meter Ganti Orang

Metode pengangkutan sampah medis radioaktif memang tidak sama dengan sampah-sampan medis pada umumnya. Pengangkutan dari gudang rumah sakit ke mobil boks harus berjalan cepat. ”Setiap 5 meter, petugas yang membawa barang itu ke mobil boks harus ganti orang,” jelasnya.

Sayogo bersama tim memang tidak sampai menggunakan baju pengaman yang mencolok seperti astronot. Dengan kemasan khusus yang sudah disiapkan pihak rumah sakit, Sayogo dan kawan-kawan cukup mengenakan sarung tangan.

Menurut dia, masyarakat tidak perlu khawatir ketika ada pengangkutan limbah radioaktif, khususnya di rumah sakit. Sebab, pada dasarnya, teknologi nuklir sudah jamak digunakan dalam tindakan medis di rumah sakit. ”Selama pengelolaan saat penyimpanan, penggunaan, hingga pengelolaan limbahnya benar, semua aman,” tegas pria kelahiran Jogjakarta, 2 Juni 1960, tersebut.

Di tengah kepanikan itu, akhirnya misi mengangkut limbah radioaktif medis berjalan mulus. Sayogo yang memulai karir di bidang limbah radioaktif pada 1990 pun merasa lega. Namun, pekerjaannya sebagai ”pengepul” limbah nuklir belum selesai.

Setelah tiba di kompleks Batan di Puspiptek Serpong, limbah nuklir dari seluruh wilayah Indonesia dibawa ke kompleks gedung pagar kuning. Disebut kompleks gedung pagar kuning karena kompleks itu berada di bagian dalam yang dibatasi pagar kuning setinggi sekitar 3 meter. Pengunjung harus melewati pemeriksaan tiga lapis untuk bisa masuk ke kompleks gedung pagar kuning itu.

Kemudian, limbah yang mengandung radiasi nuklir siap diolah di Gedung 50. Gedung 50 adalah nama populer gedung PTLR Batan. Seluruh gedung di Puspiptek memiliki kode angka. Contoh lain adalah Gedung Pusat Reaktor Serba Guna yang berkode 30 sehingga populer dengan sebutan Gedung 30.

Di dalam Gedung 50, Sayogo langsung membongkar limbah radioaktif tersebut. Khusus limbah dari lingkungan medis dimasukkan ke dalam tabung kaca dengan kapasitas sekitar 1 meter kubik. Dengan sarung tangan tebal, Sayogo melakukan pemilahan.

”Pemilahan ini demi keamanan supaya ketika diproses berikutnya tidak meledak,” jelas bapak Wisnu Bramantyo dan Listyo Bekti Miranti itu.

Meski sudah menggunakan sarung tangan tebal, Sayogo mengaku masih sering tertusuk jarum suntik. Karena itu, dia berharap pihak rumah sakit benar-benar teliti dalam mengelompokkan limbah. Limbah seperti jarum suntik harus dipisahkan dari ampul atau jenis lain.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan