[tie_list type=”minus”]Masih Beroperasi walau Sudah Dilarang[/tie_list]
NGAMPRAH – Wakil Bupati Bandung Barat Yayat T. Soemitra menyebutkan, saat ini, ada tujuh titik lokasi galian C atau tambang yang dilarang untuk dijadikan pertambangan. Namun masih melakukan aktivitasnya di Kabupaten Bandung Barat. Sementara, aktivitas pertambangan yang sudah mengantongi izin sebanyak 68 pertambangan.
Menurut Yayat, ada dua permasalahan soal pertambangan ini. Pertama, lokasi tersebut jelas dilarang untuk melakukan pertambangan seperti cagar alam dan budaya, namun dilakukan pertambangan oleh pihak tertentu. Kedua, lokasi tersebut peruntukannya memang untuk pertambangan, namun investor belum menempuh izin. ”Kalau total lahan pertambangan kita harus lihat data lagi. Untuk yang tujuh titik tambang ini, jelas dilarang untuk melakukan aktivitas pertambangan. Karena titik tersebut masuk lahan cagar alam yang harus dilindungi. Lokasinya ada di beberapa kecamatan di Bandung Barat,” kata Yayat kepada wartawan ditemui di Ngamprah kemarin (12/10).
Diakui Yayat, sebetulnya pemkab sudah beberapa kali melakukan imbauan kepada investor melalui Forum Pertambangan Bandung Barat untuk menempuh izin bagi investor serta menghentikan aktivitas pertambangan di tempat yang dilarang.
Saat ini, pemkab terus melakukan upaya agar aktivitas ini dihentikan lantaran merusak lingkungan alam. ”Sesuai dengan aturan yang dikeluarkan gubernur dengan memberlakukan moratorium untuk pertambangan, maka kita akan menindak aktivitas ilegal tersebut,” ungkapnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan, kata Yayat, dirinya pernah melakukan peninjauan ke lapangan bersama Dinas Bina Marga Sumber Daya Air, Mineral dan Pertambangan serta Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) untuk menghitung nilai pajak, rata-rata memang galian tambang yang belum mengantongi izin tersebut tidak besar (luas lahannya).
”Tapi, tetap walaupun bukan pertambangan besar, kita minta kalau memang itu dilarang jangan melakukan aktivitas pertambangan. Sementara, bagi pertambangan yang belum mengantongi izin, agar melakukan proses perizinan agar memiliki legalitas yang resmi,” ungkapnya.
Disinggung soal banyak potensi PAD yang hilang akibat banyaknya pertambangan ilegal, Yayat mengaku, memang sesuai perhitungan awal potensi yang dihasilkan dari pertambang ini bisa mencapai angka Rp 8 miliar per tahun. Namun, pada faktanya saat ini baru mencapai angka sekitar Rp 4 miliar/tahun.