Refleksi HJKB Dorong Perubahan

Sudah genap 205 tahun usia Kota Bandung, di 25 September 2015 ini. Artinya sepanjang usia pemerintah dan kota, beragam perubahan terus tampak dan mengiringi proses perkembangan kota. Perkembangan dan perubahan itu diperlihatkan dengan adanya interaksi manusia di wilayah seluas 167,29 kilo meter persegi ini yang terbagi dalam 30 kecamatan, dan 151 kelurahan.
Interaksi itulah yang dapat dipertanyakan apakah telah memenuhi impian kolektif atau sebaliknya interaksi itu hanya merupakan impian individual semata?
Interaksi sepanjang usia pemerintah kota minimal pada masa kepemimpinan tertentu merupakan awal penilaian bersama menyangkut kebijakan publik.
Jikalau kebijakan publik yang dituangkan dalam sejumlah  peraturan daerah berhasil meningkatkan taraf hidup bagi 2.500.000 warganya berarti interaksi manusia di pemerintahan dan kota yang bernama Bandung ini boleh disebut telah berpihak kepada rakyat.
Sebaliknya apabila kebijakan publik yang tertuang dalam peraturan daerah itu gagal atau bahkan tidak menyentuh kebutuhan hajat hidup orang banyak, maka pada ulang tahun kota Bandung ke-205 ini harus ada upaya reflektif untuk merumuskan ulang.
’’Apa dan bagaimana metoda yang tepat bagi pemenuhan kesejahteran masyarakat,” ujar Ketua DPC PDI-P tersebut.
Hal yang kerap jadi persoalan bersama di Kota Bandung, sampai kini masih seputar  transportasi, banjir cilencang,  pedagang kaki lima,  sampah dan kesejahteraan warga.
Konsep pembangunan, yang tertera dalam peraturan daerah, harus mampu memberi solusi atas permasalahan yang berulang itu.
Penataan ruang wilayah yang dikehendaki peraturan daerah, setidaknya menjadi acuan bagi terealisasinya kota impian.
’’Kota yang menyimpan harapan hidup serta menyediakan peningkatan indeks prestasi ekonomi,” imbuh Isa.
Persoalan lain yang layak jadi refleksi kolektif pada ulang tahun kota tercinta ini pun menyangkut kemudahan pelayanan publik dalam hal pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
Sebagaimana di ketahui bersama, pendidikan dasar di Kota  Bandung, masih menjadi kendala bagi warga miskin. Kendati ditingkat SD dan SMP Negeri tidak dipungut biaya, namun tetap saja di awal tahun  ada pungutan atas nama uang gedung dan sebagainya yang harus dibayarkan orang tua siswa.
Sudah saatnya aturan tersebut diperingan dan menjadi keharusan dinas pendidikan agar mampu memecahkan masalah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan