Raperda PPLH Bahas Penurunan Kualitas Air Dan Udara di Kota Bandung

JABAR EKSPRES – Penurunan kualitas dan kuantitas air menjadi salah satu isu strategis yang dibahas dalam Raperda Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( PPLH).

Saat ini pembahasan masih berjalan, belum sampai tahap final. Menurut anggota Pansus 7 DPRD Kota Bandung, Andri Rusmana, RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurum waktu tertentu.

Dalam pembahasan raperda, Pansus 7 berpegang pada UU No. 32 Tahun 2009 ttg Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Permen LH No. 14 Thn 2011 ttg pedoman perumusan materi muatan RPPLH dlm per UU. Permen LH no. 8 th 2018 ttg penetapan wilayah Ecoiregion.

Baca juga : Wujudkan Ketahanan Pangan, Pansus 3 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda Khusus

Dikatakannya, ada beberapa isu strategis yang menjadi perhatian dalam pembahasan raperda PPLH ini. Di antaranya, tingginya alih fungsi lahan menjadi terbangun terutama pemukiman dan industri. Atau juga penurunan kualitas dan kuantitas air bersih.

Lebih lanjut, Andri mengatakan, dalam PP No 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air disebutkan bila pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas dari air tersebut turun hingga batas tertentu yang menyebabkan air tidak berguna lagi sesuai dengan peruntukannya.

“Di Kota Bandung, saat ini terjadi penurunan kualitas dan kuantitas air, kondisinya sudah tidak seperti dulu lagi, ” ungkap Andri.

Isu lainnya yang dibahas dalam Raperda PLLH adalah menurunnya daya dukung pangan, peningkatan timbulan sampah dan limbah dengan pengelolaan yang belum optimal. Juga soal penurunan kualitas udara, pemanfaatan ruang yang belum optimal.

Baca juga : Benahi Masalah Lingkungan Hidup, Pansus 7 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda RPPLH

Kemudian, soal penurunan fungsi ekosistem serta daya dukung dan daya tampung LH terutama disebabkan oleh peningkatan. pembangunan. Kerentanan terhadap perubahan iklim dan bencana alam, serta belum optimalnya upaya mitigasi bencana.

“Dengan aturan yang jelas tentang perlindungan lingkungan hidup dalam dinamika pembangunan berkelanjutan, maka akan menjadikan investasi jangka panjang dalam pengelolaan lingkungan hidup, ” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan