Pendapatan Tak Sebanding Laba Bersih

JAKARTA – PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) mencatat pendapatan sebesar Rp 1,67 triliun. Naik tipis setara 5,7 persen dari edisi sama tahun lalu. Di sisi lain, Ebitda terakumulasi senilai Rp 1,41 triliun.

Penyumbang terbesar pendapatan terhadap total pendapatan emiten sewa menara tersebut yaitu PT Telekomunikasi Selular, sebesar 38,38 persen. Disusul, PT Indosat Tbk (ISAT) berkontribusi 23,96 persen dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) menyumbang 15,14 persen.

Sayangnya, pendapatan itu tidak diimbangi kinerja laba bersih. Di mana, sepanjang semester pertama tahun ini, laba bersih tokor 14 persen menjadi Rp 570,53 miliar dibanding semester I tahun lalu. Koreksi laba bersih dipicu rugi selisih kurs setara Rp 100,02 miliar. Padahal, edisi sama tahun lalu, perseroan mengantongi laba selisih kurs bersih sejumlah Rp 22,4 miliar.

Penyebab lain, berupa kenaikan beban bunga 34,27 persen dan lonjakan beban lain bersih sebesar 538,95 persen. Perseroan mempunyai 19.416 penyewaan dan 12.159 site telekomunikasi. Site telekomunikasi itu terdiri dari 11.154 menara telekomunikasi, 941 shelter-only dan 64 jaringan DAS. Angka total penyewaan menara telekomunikasi sebanyak 18.411, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) perseroan menjadi 1,65.

Pada semester pertama tahun ini, perseroan menambah 419 menara dan 956 penyewaan dalam portfolio. Kebijakan untuk tidak mengikutsertakan penyewaan dan pendapatan Bakrie Telecom (BTEL) telah mengurangi keseluruhan penyewaan pada semester pertama. ”Kami terus melaksanakan pesanan dari pelanggan operator telekomunikasi kami,” tegas CEO TBIG Hardi Wijaya Liong.

Total pinjaman (debt) perseroan, kalau pinjaman dalam mata uang US Dollar telah dilindung nilai diukur dengan menggunakan kurs lindung nilai sebesar Rp 14.383 miliar dan total pinjaman senior (gross senior debt) sebesar Rp 6.765 miliar. Dengan saldo kas mencapai Rp 323 miliar, maka total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp 14.060 miliar dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) menjadi Rp 6.442 miliar.

”Kebijakan lindung nilai terhadap pinjaman berdenominasi US Dolar dilakukan sejak 2010 dan terus melanjutkan strategi konservatif untuk meminimalisir risiko nilai tukar mata uang asing. Alhasil, kami telah melakukan lindung nilai terhadap sekitar 90 persen dari pinjaman berdenominasi US Dolar dengan menggunakan instrumen lindung nilai, ditambah proteksi lebih lanjut dari pendapatan senilai USD 40 juta per tahun dari kontrak jangka panjang dengan pendapatan US Dolar. Kebijakan hedging terbukti efektif melindungi kami dari volatilitas Rupiah,” imbuh CFO TBIG Helmy Yusman Santoso. (jpnn/fik)

Tinggalkan Balasan