JAKARTA – Pertamina tetap tidak menurunkan harga premium, meski harga minyak telah jatuh ke level USD 40 per barel. Tetapnya harga itu merupakan dampak kebijakan pemerintah yang sebelumnya menahan kenaikan harga premium saat harga minyak dunia masih tinggi.
Harga jual premium di Jawa, Madura, dan Bali saat ini tetap Rp 7.400 per liter. Pertamina bahkan menyebut harga saat ini masih di bawah harga keekonomian. Kerugian Pertamina dari penjualan premium bisa membengkak menjadi Rp 14 triliun. ”Seharusnya harga di atas Rp 8 ribu per liter,” ujar Dirut Pertamina Dwi Soetjipto kemarin.
Sebagaimana diketahui, Januari-Juli lalu, Pertamina mengalami kerugian Rp 12,5 triliun karena dilarang menaikkan harga premium. Lantaran bensin itu sudah tidak disubsidi dan area penugasan hanya di luar Jawa, Madura, dan Bali, Pertamina boleh menentukan harga setelah berdiskusi dengan pemerintah.
Menteri ESDM Sudirman Said sudah memastikan kesanggupan untuk mengganti kerugian tersebut. Namun, sejak Agustus, harga premium masih dijual di bawah harga keekonomian. ”Dengan posisi harga sekarang yang beli (minyak) Juli Rp 7.400 per liter, masih belum (untung),” ujar Dwi.
Kondisi bisa semakin buruk dalam penjualan Oktober maupun November karena dolar AS (USD) saat ini terus menguat. Pertamina terus melakukan impor karena produksi dalam negeri tidak mencukupi. Transaksi pembelian minyak mentah atau produk jadi masih menggunakan USD.
Dwi belum bisa memastikan apakah Pertamina mengalami defisit gara-gara jualan premium terus membengkak. Yang jelas, pihaknya masih menunggu kebijakan harga premium dalam satu atau dua bulan mendatang ketika minyak yang dibeli bulan ini mulai dijual ke masyarakat.
”Kalau perhitungan kami di bawah angka (harga jual yang ditetapkan pemerintah nanti), tentu saja Pertamina welcome,” tuturnya.
Mantan Dirut PT Semen Indonesia itu menuturkan, yang kondisinya memburuk hanya bisnis premium. Sementara itu, kata dia, solar mulai membaik. Meski, Dwi tidak menyebutkan keuntungan yang diperoleh Pertamina.
Meski demikian, dia menyerahkan sepenuhnya kebijakan premium kepada pemerintah. Dia menegaskan siap menjalankan perintah pemerintah. Yang penting, Pertamina tetap bisa berinvestasi supaya terus berkembang. ”Memang defisit Rp 12 triliun-Rp 14 triliun. Tapi, keuntungan kami saat ini sekitar USD 750 juta,” ungkapnya.