Lanjut Jana, banyak petani yang putus asa dan menjual sawahnya dengan harga yang sanat murah karena lahannya sudah tidak produktif lagi untuk ditanami. Meski demikian, kata dia, hingga saat ini belum ada tidakan yang berarti pemerintah terkait adanya pencemaran limbah tersebut.
Terlebih, para petani banyak yang harus alih profesi atau bahkan menganggur karena sudah tidak dapat menggarap lahan pertaniannya.
Menurutnya, meski pernah ada penelitian dari sejumlah universitas dan pemerintah untuk mencari solusi penanganan limbah, akan tetapi upaya tersebut tetap tidak menghasilkan perubahan yang berarti.
”Di sini kebanyakan petaninya buruh, bukan yang punya lahan. Kalau sawah dijual sama pemilik, ya mereka terpaksa nganggur, kalau nggak jadi buruh serabutan,” tuturnya.
Pihaknya berharap agar pemerintah lebih memperhatikan limbah yang mencemari areal pertanian di wilayah Rancaekek, mengingat bahwa Rancaekek pernah menjadi gudang Swasembada pangan terbesar di Jawa Barat dengan menghasilkan beras kualitas nomor 1 di Indonesia.
”Kalau terus dibiarkan, mau sampai kapan? sampai petani Rancaekek kehilangan mata pencaharian dan lahannya? Pemerintah harus segera bertindak,” keluhnya. (gun/rie)