Umuh pun ragu para pemain yang berkualitas akan setuju dengan wacana tersebut.
”Kalau masalah Salary Cap, itu kan hak semua pemain. Kalau Klub kalau tidak siap ya lebih nggak usah ikut. Jangan membatasi, kalau dibatasi harapan pemain bisa hancur,” jelasnya.
Kata Umuh, bisa jadi malah menimbulkan kecurangan di pihak klub dan pemain itu sendiri. Karena kedua pihak bisa saling menjalin kesepakatan melalui jalan belakang. Dia lebih mendukung perihal gaji pemain kembali seperti semula.
Baca Juga:Mariska Halinda, Atlet Taekwondo Masa Depan IndonesiaMomentum di Tangan Marquez
”Misalnya gaji harus Rp 70 ribu, tapi pemain tetap ingin Rp 100 ribu, itu akan menimbulkan kongkalingkong antara klub sama pemain. Itu kan sudah mendidik tidak benar. Kalau dipaksakan sama rata apa akan benar? Kalau benar ya silakan, tapi nanti kan dikhawatirkan ada kebohongan,” tuturnya.
Diketahui, financial fair play sendiri adalah mengadopsi di Liga Eropa. Sementara salary cap dan ada floor value, yaitu batas atas dan bawah sehingga nilai pemain dibatasi regulasi.
Lebih lanjut, soal Piala Proklamasi yang rencananya bakal digelar 22 Agustus, Umuh bakal berembuk lebih dulu dengan pihak manajamen. Ya, event yang digagas PSSI tersebut rupanya diundur sepekan, sebab kedua tim yang bakal mentas, yakni Persib dan Arema Cronus menilai terlalu mepet. Sementara kedua tim tersebut memang baru saja bertemu pada Selasa (11/8).
”Hal itu sudah saya bicarakan dengan pak Zainuri (Komisaris PT PBB) untuk Piala Proklamasi, saya belum bisa mengatakan siap atau tidak siap, keputusan ada di pak Glenn (Dirut PT PBB),” tambahnya.
Umuh pun tak mempermasalahkan venue laga, walaupun ia menyangsikan terkait perizinan dari kepolisian. Pasalnya di tanggal yang sama Kabupaten Bandung sedang melangsungkan Pilkada, mengingat ada wacana bakal digelar di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang.
”Biarin saja, bisa diizinkan atau tidak. Kita nggak mau urus-urus yang penting main, kalau ada apa-apa gak jelas tanggung jawabnya,” ujar Umuh. (ryt/rie)
