Dan sekarang konsekuensinya terasa cukup besar. Saat ekonomi global melambat, Indonesia ringkih seolah tidak memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
”Padahal semestinya negara kita yang pasar dalam negerinya cukup kuat, tidak terlalu terpengaruh. Kalau pun terkena, tidak signifikan. Seperti India misalnya, mereka tahan,” sebut Haryadi.
Rentannya Indonesia terhadap situasi global salah satu faktor utamanya. Sebab, angka impor masih tinggi. Sebaliknya, meskipun ekspor masih berjalan, mayoritas atau mencapai 60 persen merupakan ekspor komoditas primer (barang mentah) sehingga tidak ada nilai tambah lebih. ”Ekspor industri olahan hanya mencapai 40 persen. Ini yang harus ditingkatkan,” tegasnya.
Meski begitu, Haryadi menyatakan bahwa kondisi sekarang yang nyata telah tercipta banyaknya PHK tidak disikapi dengan kekhawatiran berlebihan. Ada tanda perekonomian bisa membaik mulai kuartal ketiga ini.
Beberapa indikator perbaikan di antaranya penyerapan anggaran dari cairnya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan diharapkan banyak proyek terealisasi lebih cepat. Selain itu, menurutnya, sektor pariwisata tanpa disangka sebelumnya menunjukkan prospek positif sehingga bisa dioptimalkan efek domino-nya.
”Investasi asing juga beberapa sudah mulai terealisasi. Kita harap pemerintah juga segera mendorong industri yang masih tertahan seperti perikanan. Sektor perikanan punya potensi untuk membuka ekspor lebih besar. Selain itu masih banyak sektor lain yang bisa didorong,” terusnya.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga dinilai sedang melakukan upaya tepat untuk menjaring investasi lebih besar. Terutama untuk investasi yang nantinya bisa mengurangi angka impor. ”Banyak investasi di bidang manufaktur itu baik untuk menekan angka impor,” ucapnya.
Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyikapi isu PHK besar-besaran terjadi karena kebijakan pemerintah yang sejauh ini sebatas retorika. Presiden KSPI Said Iqbal meminta pemerintah sungguh-sungguh menjalankan sejumlah kebijakan yang bisa mencegah perlambatan ekonomi.
”Bagi buruh, kebijakan pemerintah saat ini sebatas retorika,” ujar Said. Dia mencontohkan Presiden Jokowi yang menyatakan perekonomian Indonesia membaik. Tapi, kenyataan di lapangan serapan APBN rendah.
Regulasi yang bisa mencegah perlambatan ekonomi juga belum sepenuhnya dijalankan. Terutama kebijakan terkait beban logistik dan kepelabuhanan