Hal ini tentu sudah sulit didapatkan di F1. Seperti yang dibahas dalam artikel sebelumnya, persoalan finansial merupakan jurang yang sudah sangat jauh dengan tim besar, sehingga membuat tim kecil sulit memulai upaya dari titik yang sama.
Lalu melihat dari segi bisnis, para penyokong dana dipastikan tidak perlu lagi mengeluarkan dana puluhan atau bahkan ratusan juta pounds setiap musimnya.
Diberitakan Pitpass, pengeluaran rata-rata yang dibutuhkan setiap tim Formula E setiap musimnya hanya sebesar tiga juta pounds atau sekira Rp61 miliar saja! Bandingkan dengan F1 yang rata-rata membutuhkan dana sebesar 158 juta pounds (sekira Rp3,2 triliun).
Perbedaan hingga 98 persen ini disebabkan oleh sedikitnya tenaga kerja yang harus dimiliki setiap tim Formula E untuk dibawa ke arena balap. Jika F1 membutuhkan 40 orang, Formula E hanya perlu delapan orang untuk satu Grand Prix (GP).
Selain itu, saat tim F1 berlomba-lomba menggunakan sasis dan aerodinamis terbaik, setiap tim Formula E hanya memerlukan yang standar. Pasalnya bagi Formula E, kompetisi sesungguhnya terletak pada teknologi baterai dan mesin elektrik mobil.
Besarnya perbedaan tersebut diyakini menjadi godaan yang luar biasa bagi para penyokong dana tim F1 untuk beralih pada Formula E. Semakin banyak jumlah tim yang keluar, maka diprediksi akan semakin cepat pula Formula E menyalip posisi F1.
”Formula E adalah suatu tambahan yang baik untuk olahraga balap. Itu akan membuat orang-orang tertarik, meskipun orang itu sebelumnya bukan fans olahraga balap,” kata pembalap F1, Jenson Button.
Pernyataan Button dianggap sebagai sinyal meninggalkan F1 untuk beralih pada Formula E. Melihat ini, F1 patut khawatir dan segera berbenah. F1 tentu tidak ingin melihat Formula E yang merupakan “anak baru” berhasil menyalipnya. (oke/mio)