Dia juga mengungkapkan banyak dorongan dari berbagai pihak hingga desain dan aksesoris buatan tangannya berkembang. Termasuk adanya dorongan perasaan dalam dirinya. Fia juga mengaku sebagai wanita yang perasa. Berbuat dan bergerak sesuai suasana hati. Menurutnya, karyanya akan lebih indah jika dia membuat saat suasana hatinya sedang sedih. ’’Mungkin banyak doa dan rasa syukur yang gue keluarin ketika gue sedih, jadi hasil tangannya juga lebih bagus,’’ ujarnya.
Fia juga mengungkapkan untuk pasar lokal memang kurang peminatnya. Tidak semua orang tertarik dengan desain aksesorisnya. Menurutnya banyak yang masih menganggap desainnya tidak biasa alias aneh dan bisa buat sendiri di rumah. ’’Pasar lokal baru seputaran Jakarta, Bali dan Surabaya,’’ ujar Fia.
Perempuan yang tak pernah mementingkan materi ini, merasa cukup puas dengan karya yang dibuatnya. Ketika seseorang cinta dengan hasil karyanya, berapapun uang yang didapatkannya tidak pernah jadi patokan akhir kesuksesannya. Perempuan yang hidup dimasa yang serba bergaya mahal ini, Fia hidup tanpa memikirkan materi. ’’Seni itu nggak ternilai, jadi buat ngasih label harga itu susah. Gue lebih ke kepuasan batin Insya Allah uang akan datang dengan sendirinya,’’ ujar Fia.
Fia menjadi salah satu contoh bagaimana konsistensi, kerja keras, dan passion bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. (*/far)