Saat ditanya terkait dengan fasilitas-fasilitas yang tidak seharusnya ada di dalam sel tahanan tersebut, Kriston berbelit-belit dan beralasan bahwa dirinya tidak berwenang menjawab. ’’Standar sel yang seharusnya, tahanan dan narapidana hanya berhak mendapat penerangan, toilet, dan matras untuk tidur,’’ urai dia.
Selain sabu-sabu dan bong, menurut Kriston, tiga unit handphone disita. Namun, saat hakim bertanya mengapa barang tersebut tidak disertakan sebagai barang bukti dalam persidangan, Kriston mengaku tidak mengetahuinya.
Kriston juga berkali-kali menghindar saat ditanya bagaimana barang-barang tersebut bisa masuk sel. ’’Mungkin di bagian pengecekan. Tamu yang datang selalu dicek barang bawaannya,’’ jelasnya.
Kriston menyatakan bahwa kurangnya tenaga lapas membuat SOP (standard operating procedure) penggeledahan narapidana sebelum masuk sel setelah melakukan aktivitas harian tidak bisa dilaksanakan. ’’Biasanya hanya dicek jumlah,’’ lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Persidangan Eko Wiyono mengungkapkan, pengadilan tidak berwenang mengintervensi internal lapas. Namun, sebagai bagian dari aparat penegak hukum, PN Malang menyayangkan kejadian adanya kamar istimewa dan pesta sabu-sabu di lapas. ’’Semoga menjadi koreksi keras bagi lapas,’’ tegasnya.
Dalam kasus tersebut, Eko menyayangkan adanya barang bukti yang tidak disertakan. Misalnya, handphone dan televisi. Pihak PN Malang juga akan memutuskan secara seksama terkait dengan kasus itu karena ketiga terdakwa sebelumnya merupakan narapidana kasus narkoba.
’’Artinya, mereka pernah menyatakan menyesal, tetapi perbuatannya diulangi lagi. Bahkan di dalam lapas,’’ sambungnya.
Saat dikonfirmasi mengenai kamar istimewa di Lapas Lowokwaru, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Malang AKBP Henry Budiman tidak terkejut. ’’Selama ini, fakta di lapangan, lapas memang cukup rawan. Ini bukan kali pertama sekaligus membuktikan bahwa di dalam penjara pun masih bisa main-main narkoba,’’ terang Henry. (lil/fir/JPNN/c19/ano/rie)