Nilai Minimal Harus Wajar
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyerahkan sepenuhnya keputusan kelulusan siswa di sekolah masing-masing. Begitu pula dengan nilai minimal kelulusan siswa, juga dipasrahkan ke sekolah. Kemendikbud hanya berpesan nilai minimal sebagai standar kelulusan siswa harus wajar.
Imbauan tentang penetapan nilai minimal kelulusan siswa itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud Nizam usai mengikuti pelantikan Sekretaris Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi di Jakarta kemarin. ’’Kemendikbud tidak ikut-ikutan dalam penentuan kelulusan siswa. Kita serahkan sepenuhnya ke sekolah,’’ jelasnya.
Namun, guru besar teknik sipil Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogjakarta, itu mengatakan, sekolah harus realistis dalam menetapkan nilai minimal kelulusan siswa. Nizam menjelaskan, penentuan kelulusan siswa tahun ini merujuk pada nilai sekolah. Nilai sekolah ini didapat dari kombinasi rata-rata nilai rapor dengan bobot 50 persen sampai 70 persen dan nilai ujian akhir sekolah dengan bobot 30 persen sampai 50 persen.
Nilai minimal kelulusan siswa yang tidak realistis misalnya, siswa dengan nilai rata-rata ujian sekolah kurang dari 30 tetapi tetap diluluskan. Apalagi nilai rata-rata 30 itu jauh di bawah rata-rata nilai ketuntasan belajar versi Badan Standarasisasi Nasional Pendidikan (BSNP) yang dipatok 55.
Menurut Nizam, penentuan nilai minimal kelulusan siswa memang dipasrahkan ke sekolah. Tetapi pada kenyataannya nilai minimal kelulusan ini diseragamkan dan di bawah koordinator dinas pendidikan kabupaten/kota setempat. ’’Jadi untuk antisipasi siswa di sekolah A dapat nilai 70 lulus. Tetapi di sekolah B yang lokasinya berdekatan, dapat nilai 70 tapi tidak lulus,’’ urainya.
Nizam juga menjelaskan posisi nilai ketuntasan belajar versi BSNP itu tidak terkait dengan kelulusan siswa. Dia mengatakan, nilai ketuntasan versi BSNP itu hanya sebagai gambaran, siswa idealnya lulus sekolah dengan nilai rata-rata minimal 55. Pengumuman kelulusan siswa oleh sekolah, harus dikeluarkan setelah pengumuman nilai ujian nasional (unas) dikeluarkan Kemendikbud. Nizam menuturkan aturan ini bukan berarti nilai unas menjadi patokan kelulusan siswa.
’’Kami hanya ingin ketika pengumuman nilai unas itu keluar, siswa masih ada di sekolah,’’ ucapnya. Dia khawatir jika pengumuman kelulusan disampaikan lebih dulu, sekolah sudah kosong saat Kemendikbud mengumumkan nilai unas. Nizam juga berharap seluruh orangtua menyimak hasil nilai unas. Supaya mengetahui nilai ketuntasan belajar anaknya. (wan/tam)