Namun, pernikahanya tidak berlangsung lama. Belum genap satu tahun suami sirinya menghilang entah kemana. Padahal saat belum menghilang suaminya selalu datang seminggu sekali ke rumah untuk menemui dan memberi uang belanja.
’’Lumayan dari pernikahan itu saya bisa pasang keramik rumah ibu, karena awalnya baik sama saya dan keluarga,” ujarnya lirih sambil menyisir rambutnya.
Setelah kedua suaminya meninggalkan NS, dia lalu memilih melayani tamu yang datang ke rumah atau melayani tamu yang memanggilnya ke luar rumah.
Dia memasang tarif Rp 300 ribu untuk sekali ‘main’, dan Rp 1 juta apabila ingin bermalam bersamanya. Harga itu bersih tanpa harus membayar sewa kamar dan tukang parkir. Bahkan, jika beruntung pria hidung belang akan mendapatkan makan gratis apabila datang saat jam makan tiba.
Namun, NS akan memasang tarif tinggi apabila dia diajak ke luar Dusun Cinta. Yakni, Rp 500 ribu untuk 90 menit, dan Rp 1,5 juta untuk bermalam bersama dengan NS.
Tarif NS akan berubah saat ada orang yang akan menikahinya secara siri. NS meminta mahar untuk siapa saja pria yang akan menjadi suami sirinya senilai Rp 10 juta, dan uang Rp 5 juta setiap bulannya untuk makan dia bersama keluarganya.
Petugas dan Perangkat Desa Tidak Peduli
Banyak praktik prostitusi di Dusun Cinta ternyata tidak lepas dari pembiaran aparat desa dan polisi setempat. Pihak Desa enggan memberi komentar dengan banyaknya perempuan yang dijadikan istri siri oleh pejabat dan pengusaha asal Bandung dan Jakarta. ’
’Saya tidak mau berkomentar masalah itu,” ujar salah satu perangkat Desa Blimbing yang enggan menyebutkan namanya.
Tidak hanya perangkat desa, petugas keamananpun enggan berkomentar. Mereka berasalan itu bukan wewenang mereka untuk berkomentar.
’’Saya takut salah kalau ngomong. Silakan mas tanya ke polres saja,” ujar salah seorang anggota Polsek Pegaden Barat.
Dari informasi yang dihimpun, Dusun Cinta dihuni oleh 500 warga. Kebanyakan warga setempat bekerja sebagai petani dan perantau.
Kondisi Dusun Cinta sama seperti daerah di Subang lainya. Hamparan padi hijau di sawah yang berada di pinggir jalan masuk, menjadi tanda kesuburan warga sekaligus mencirikan desa tersebut sebagai salah satu penghasil padi.