Ferry mengatakan, di satu sisi Pilkada langsung dimaksudkan untuk memperkuat demokrasi di tingkat lokal dan mempersempit praktek money politics (politik uang), tetapi tanpa adanya pemahaman yang memadai.
Pilkada langsung, tuturnya, malah memperluas praktek politik uang dan meneguhkan kembali konflik identitas di kalangan masyarakat. Tak hanya itu, biaya Pilkada langsung yang sangat mahal justru menjadi penyubang terbanyak pada tumbuh suburnya korupsi di tingkat lokal.
Dirinya mencontohkan, di negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman, Prancis, Jepang dan Korea Selatan, masih memperhatikan aspek-aspek lokal dan tidak sertamerta Pilkada langsung dilakukan di seluruh wilaya negara tersebut.
’’Ada tempat-tempat tertentu di sana yang pemilihan kepala daerahnya dilakukan secara langsung. Namun, ada pula yang dipilih tidak secara langsung melalui Dewan Kota, atau sejenis DPRD di Indonesia,’’ ucap Ferry.
Untuk itu, di dalam demokrasi seharusnya diberlakukan hal yang sama atau one send for all. Yaitu satu pilihan yang diberlakukan untuk semua. ’’Jadi tidak serta-merta harus diberlakukan untuk seluruh daerah tanpa mempertimbangkan kapasitas lokal,’’ pungkas Ferry (yan/far)