Upaya jemput paksa akan dilakukan KPK jika pada pemanggilan kedua nanti, Budi Gunawan tetap tidak hadir dengan alasan yang tak bisa diterima. ’’Aturan dalam KUHP seperti itu. Jemput paksa akan dilakukan jika dua kali pemanggilan seseorang tersangka tidak memenuhi panggilan dengan alasan tidak patut. Itu jelas kewenangan penyidik,’’ tega Priharsa. Namun mengenai mekanisme pemanggilan paksa tersebut, Priharsa menolak menjelaskan.
Pada surat pemanggilan kedua itu nantinya KPK juga akan menembuskan ke presiden seperti surat pemanggilan terhadap para saksi polisi yang hingga kini masih mangkir. Namun sejauh ini presiden pun belum bersikap menindaklanjuti tidak kooperatifnya Budi Gunawan dan para saksi polisi.
Pembatalan penetapan tersangka yang dilakukan oleh tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan melalui mekanisme Praperadilan tidak tepat. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menilai, lembaga Praperadilan tidak berwenang membatalkan suatu penetapan tersangka.
’’Dalam KUHAP, tidak ada kewenangan untuk membatalkan kewenangan tersangka,’’ ujar Miko Ginting, peneliti PSHK dalam keterangannya, kemarin (30/1).
Miko menjelaskan. pasal 77 KUHAP mengatur bahwa Praperadilan hanya berwenang memeriksa: (i)sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan, (ii) sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan (iii) ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
’’Sangat jelas dalam pasal tersebut bahwa penetapan tersangka dan dimulainya penyidikan bukanlah objek pemeriksaan Praperadilan,’’ ujar Miko. Dengan demikian, jelas juga bahwa Praperadilan tidak dapat membatalkan status tersangka dan juga tidak dapat menghentikan proses penyidikan atas tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan.
Miko menilai, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentunya perlu mengawasi proses praperadilan yang berlangsung pekan depan. Penting untuk dicatat bahwa MA sebelumnya pernah menjatuhkan sanksi disiplin kepada hakim praperadilan kasus Budi, Suko Harsono, dalam kasus Bioremediasi PT. Chevron Indonesia dengan tersangka Bachtiar Abdul Fatah. Hakim Suko Harsono dijatuhi sanksi karena membatalkan penetapan tersangka dengan memperluas objek Praperadilan.
Terkait pernyataan Menkopolhukam, Tedjo Edi Purdjiatno, yang menyebut kepastian tersangka Budi menunggu proses praperadilan juga patut disayangkan. Pernyataan itu tidak tepat karena antara keduanya tidak saling berkaitan.