Dikatakan rugi karena saat ini sangat jarang masyarakat yang naik angkot. Sasaran mereka kebanyakan para pelajar saja, apalagi biaya pemeliharaan termasuk harga onderdil masih belum turun. ’’Kalau uang setoran sih terpenuhi, tapi buat kitanya nggak ada. Apalagi sembako masih tinggi harganya, bisa berantem tiap hari sama istri,’’ kata sopir lain Yayan, yang juga menjadi sopir angkot di jurusan yang sama.
Para sopir tersebut hanya berharap ketegasan pemerintah mengenai keseimbangan harga dipasaran, baik harga BBM ataupun harga kebutuhan pokok.
Senada dengan Iyan, Zulfy, 22), sopir angkot jurusan Soreang-Kebon Kalapa mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada pemberitahuan apapun soal penurunan. ’’Belum ada informasi, surat edaran juga belum ada,’’ imbuhnya.
Tarif angkot jurusan ini sudah turun Rp 2.000, yang tadinya Rp 9.000 sekarang menjadi Rp 7.000. ’’Tapi kalau penumpang yang baik ada juga yang ngasih Rp 8.000, jadi gimana orangnya aja,’’ tambahnya.
Dia dan beberapa sopir angkot yang lain mengaku bingung dengan ketidak pastian harga premium, karena jadi menyulitkan mereka. Sementara tidak semua penumpang mengerti situasi. Terkadang mereka harus bersitegang karena urusan ongkos, namun demikian pada akhirnya semua kembali kepada kesadaran semua pihak. (mg15/far)