Dalam fit and proper test yang berlangsung sekitar enam jam, banyak pertanyaan para anggota dewan yang mengkritisi status penetapan tersangka Budi oleh KPK. Merasa mendapat momentum, Budi pun panjang lebar dengan menyebut bahwa penetapan tersangka dalam kasus rekening gendut tidak sesuai prosedur.
’’Penetapan tersangka pada saya tidak sesuai dengan pasal 184 KUHAP, dalam tahapannya, pemeriksaan pada saksi dan tersangka belum dilaksanakan, sudah ada penetapan tersangka,’’ kata Budi menjawab sejumlah pertanyaan anggota dewan.
Budi menyatakan, KPK sudah mengabaikan azas praduga tidak bersalah dalam penetapan dirinya. Budi menilai hal itu merugikan dirinya, karena pada waktu bersamaan dicalonkan sebagai Kapolri. “Tentunya membentuk opini masyarakat bahwa saya bersalah. Menurut kami ini bentuk pembunuhan karakter atau character assasination dan pengadilan media massa,” ujarnya.
Sampai dengan proses fit and proper test, Budi mengaku belum pernah diminta keterangan oleh KPK. Karena itu, dia belum tahu pasti dugaan pidana yang disangkakan. Budi menilai penetapan tersangkanya ganjal karena momentumnya bersamaan dengan penunjukan dirinya sebagai calon tunggal pengganti Sutarman.
’’Bareskrim sebagai lembaga hukum formal sudah menangani kasus (rekening gendut) dan mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana saya sampaikan,’’ ujarnya.
Kondisi ini, menurut Budi menganggu tidak hanya kehormatannya sebagai pribadi, tapi juga kewibawaan pemerintah dan institusi Polri.
Keputusan DPR yang secara aklamasi memilih Budi sebagai Kapolri mendapat kritikan tajam. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai, DPR telah melupakan amanah masyarakat terkait fungsi dan tugasnya sebagai wakil rakyat. Padahal, DPR sudah mendapatkan kesempatan bagus untuk membuktikan perubahannya, apabila memutuskan menolak Budi karena sudah berstatus tersangka.
’’Untuk kesekian kali, persetujuan itu membuktikan bahwa dari gedung DPR yang terhormat itu tak selalu muncul putusan-putusan yang layak dihormati,’’ kata Ray dengan nada kecewa.
Ray menilai, setelah tiga bulan lamanya terjadi konflik internal DPR antara Koalisi Merah Putih dengan Koalisi Indonesia Hebat, DPR kembali bersatu. Sayangnya, mereka dipersatukan oleh tujuan dan hasil yang kembali melecehkan harapan masyarakat. ’’Alasan formal administratif melanjutkan seleksi masih bisa ditoleransi, tapi hasil rapat itu jauh dari semangat menghormati kepentingan publik,’’ ujarnya.
BG Melangkah Mulus
- Baca artikel Jabarekspres.com lainnya di Google News