Pilkada Rawan Intimidasi, Bawaslu Dorong Demokrasi Sehat

SOREANG – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung menilai, jika Kabupaten Bandung menjadi salah satu daerah yang menggelar Pilkada 2020 pada 23 Desember dengan kerawanan tinggi dalam Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) hasil pemutakhiran pandemi Covid-19.

Hal itu berdasarkan karena ada pengalaman kekerasan atau intimidasi terhadap penyelenggara dan pelanggaran ketidaknetralan ASN (Aparatur Sipil Negara).

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”show” ihc_mb_who=”3,4″ ihc_mb_template=”1″ ]

Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kabupaten Bandung, Hedi Ardia menjelaskan, adanya insiden kelam (intimidasi terhadap penyelenggara pemilu) tersebut tentu saja diharapkan itu tidak kembali terulang dan melalui IKP ini semua pemangku kepentingan diingatkan untuk sama-sama menjaga dan memastikan agar tidak ada kekuatan non demokratis kembali bekerja.

“Kekuatan non demokratis ini adalah elite politik termasuk didalamnya petahana yang praktiknya menggunakan cara-cara yang tidak demokratis. Inilah yang harus kita lawan bersama-sama,” tegas Hedi, kepada wartawan, Rabu (24/6).

Begitu juga dengan ketidaknetralan ASN, di Kabupaten Bandung sudah ada penindakan terhadap empat ASN. Saat ini, prosesnya sudah di Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan pihaknya masih terus mengawal terkait hasil keputusan komisi tersebut. Sejauh ini, baru dua yang tengah dikaji oleh mereka.

Menurutnya, saat ini ketidaknetralan ASN sudah menjadi rahasia umum. Ketidaknetralan itu mereka yang gila jabatan untuk mengincar posisi strategis. Maka mereka mencari jalan pintas yaitu dengan mendukung salah satu pasangan calon bahkan bakal pasangan calon dengan harapan yang ia dukung itu menang, maka dengan kesepekatan ia mendapat posisi yang lebih tinggi.

Sementara ASN yang taat hukum hanya mendapat posisi sisa dan dikemudian harinya mereka meminta pindah atau pensiun muda. Itulah yang mereka dapatkan karena dianggap tidak punya andil dalam pemilihan kepala daerah tersebut. Memang miris permainan politik tersebut.

 

“Sekalipun sudah ada UU No 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Kemudian ada pula PP nomor 42 tahun 2004 tentang pembinanaan jiwa korps dan kode etik PNS PP nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil. Sanksi ketentuan-ketentuan tersebut tak main-main. Mulai dari dipidana sesuai putusan tindak pidana pemilihan, diberikan teguran, hingga pemberhentian, tapi itu nampaknya tidak membuat mereka takut,” ucapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan