Revisi Pelajaran Agama Islam Jadi Kontroversi

Asep mengatakan, rencana perubahan dalam mata pelajaran agama islam tentang khilafah jangan dipersepsikan menghapusan sejarah kenabian. Sebab, Kemenag tentunya akan melakukan kajian terlebih dahulu bagaimana revisi buku pelajaran itu dilakukan.

“Saya yakin ga mungkin, pemerintah juga paham. Tidak mungkin dihapus sejarah ga mungkin. Ada prodi sejarah ada ilmunya masa, tidak mungkin. Jadi jangan salah sangka dulu,’’cetus Asep.

Asep menghimbau, masyarakat jangan termakan isu yang tidak benar atas rencana revisi buku pelajaran agama islam. Sebab, pada kenyataannya informasi yang berkembang biasanya akan menyudutkan pemerintah.

‘’Tanya saja pada kemenag itu baru opini publik pemerintah juga belum mengeluarkan juga, ada sejarahwan ada ahli fikih ahli sosiologi ga mungkin ke langkah itu,” ungkapnya.

Dia mengatakan, sejarah tentang kekhalifahan tidak mungkin bias dihilangkan. Sebab, dalam sejarah perkembangan agama islam kekhalifahan itu sudah ada sejak Nabi Muhammad meninggal.

‘’Itu kan jadi fakta sejarah, tidak bisa dihilangkan kemenag juga kan ada disitu kan ada profesor doktor kan ada ahli ahlinya disitu,’’ucap Asep yang juga Dosen Prodi Sejarah Islam untuk S2.

Sebelumnnya, Kementerian Agama (Kemenag), akan merombak sebanyak 155 buah buku agama yang dinilai bermasalah.

Buku agama yang dianggap bermasalah itu, salah satunya tentang Khilafah. Perombakan dilakukan untuk seluruh buku pelajaran agama dari kelas 1 sekolah dasar hingga kelas 12 sekolah menengah atas.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, pihaknya mengevaluasi pelajaran agama yang dikahwatirkan disalah pahami oleh peserta didik maupun guru sendiri.

“Khilafah itu kan bisa disalahpahami oleh anak-anak kita, oleh guru-guru kita juga bisa salah paham kalau tidak dijelaskan secara baik. “ujar Kamarudin saat ditemui di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Senin (11/11).

Dia mengakui, secara history, Khilafah pernah diterapkan pada zaman dahulu, hingga runtuh pada Turki Utsmani. Namun kata Kamarudin, sistim Khilafah tidak relevan lagi jika diterapkan di Indonesia.

“Jadi upaya kita dalam penulisan buku ini tidak hanya yang kontennya berpotensi radikal, tapi juga konten-konten yang berpotensi menimbulkan perpecahan di antara umat Islam,” ucap dia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan