Bebaskan dari Abu Sayyaf, Pemerintah Klaim Hasil Diplomasi

Saat disandera selama 37 hari, memang tak ada perlakuan kasar. Namun, ancaman terus datang. Ancaman potong leher dilakukan agar para penyandera segera mendapat uang tebusan. Pengawasan juga ketat, bahkan saat buang air kecil maupun buang air besar juga dikawal. ”Pada waktu ada razia militer lari-larian ke sana terus ke sini biar enggak ketangkap,” ceritanya.

Kapten Kapal Brahma II Pieter Consent dalam kelompok yang bersembunyi di hutan. Hidup di hutan selama sebulan lebih, begitu menderita. Terutama waktu tidur dan makan. Lebih sering dalam sehari hanya sekali makan. Terutama ketika sedang razia militer Filipina. ”Kalau kondisi sudah agak aman baru kadang dapat dua kali makan,” ceritanya.

Gigitan serangga hutan sudah tak berasa lagi bagi dia. Selama sebulan itulah, sandera hanya mengandalkan air hujan untuk mandi dan mencuci baju. ”Ini cobaan berat, tapi tidak melebihi kemampuan. Saya hanya bisa bersyukur bisa pulang dengan selamat,” tutupnya.

Bebasnya 10 WNI tersebut diapresiasi Presiden Joko Widodo. Kemarin sore, Presiden langsung menggelar konferensi pers terkait dengan pemulangan para sandera. Dengan bebasnya 10 sandera, kini tinggal empat orang yang harus dibebaskan.

Alhamdulillah, akhirnya 10 ABK WNI yang disandera oleh kelompok bersenjata sejak 26 Maret lalu saat ini telah dibebaskan,” ujar Jokowi. Mereka dipulangkan melalui jalur Zamboanga di Pulau Mindanao dan mendarat di Halim.

Presiden memastikan 10 WNI tersebut pulang dalam keadaan baik. Menurut dia, banyak pihak yang terlibat dalam kerja sama pembebasan WNI tersebut. “Dan saat ini kita masih terus bekerja keras untuk pembebasan empat ABK WNI yang lainnya,” lanjutnya.

Di luar itu, Presiden mengatakan, di kawasan perairan perbatasan perlu perhatian lebih. Karena itu, rencana pertemuan tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina pada 5 Mei mendatang di Jakarta tetap akan dilanjutkan. Pertemuan itu akan melibatkan menlu dan panglima militer ketiga negara.

Menlu Retno Marsudi menjelaskan, pembebasan itu merupakan buah dari diplomasi total. ”Tidak hanya terfokus pada diplomasi government to government, tapi juga melibatkan jaringan-jaringan informal yang sejak awal semua komunikasi dan jaringan kami buka,” tuturnya. Semua opsi dibuka demi mengupayakan keselamatan para sandera.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan