BANDUNG – Peranan media sangat penting dalam menghadapi Pilpres 2019. Media, baik media mainstream maupun media sosial dikatakan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi di Universitas Pasundan (Unpas), Wawan Wartono, S.I.Kom., dapat membentuk opini publik.
”Menurut saya, kaitan media terhadap Pilpres memang cukup besar. Sekarangkan Pilpres itu sasarannya generasi milenial yang dekat dengan media sosial, jadi peluangnya cukup besar. Jika di media sosial opini yang terbangun cukup bagus, bisa turut andil pada suara Pemilu nanti,” ujar Wawan, usai mengikuti acara Asia Networks for Public Opinion Research (ANPOR) di Ballroom Prama Grand Preanger Bandung, kemarin (29/11).
Bahkan sebut Wawan, acara ANPOR yang digelar di Indonesia untuk kali pertama itu pun dipandangnya tepat momennya. Pada saat sejumlah elit politik membangun opini publik menghadapi Pemilu 2019, mendatang.
Disingung terkait penggiringan opini publik yang dapat menggerus partai Golkar seperti dikemukakan Narasumber Nurul Arifin pada Acara Academic Forum. Menurut Wawan, penggiringan opini publik pasti ada.
”Pastilah opini publik itu semuanya digiring ngga ada yang alamiah, dari sudut orang komunikasi. Jadi sebenarnya opini publik itu selalu di create, tidak pernah terjadi secara alamiah. Selalu dibuat, tapi tergantung apakah yang membuat itu berhasil atau tidak membuat opini publik. Sekarang
begini, ada lembaga yang ingin membuat opini lembaganya bagus, itu harus ada media. Kalau tidak ada media, tidak ada upaya mendesain, itu tidak akan terjadi,” tandasnya.
Karena itu sebut dia, perlu ada perencanaan yang baik dalam membentuk opini publik. ”Kita akan membentuk opini seperti apa kemudian strateginya mau menggunakan apa saja. Apakah mau menggunakan media mainstream saja, atau media sosial. Ataukah keduanya digabungkan agar diudara kuat, di tataran bawah juga kuat,” sarannya.
Sementara itu, Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) Jawa Barat mendorong sejumlah negara-negara berkembang di Asia untuk secara bersama-sama menangkal peredaran hoax atau informasi bohong. Alasannya, peredaran hoax saat ini bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan di sejumlah negara lainnya di Asia.