Masih Trauma Dengar Sirene Ambulans

Beradaptasi di lingkungan yang baru diharapkan bisa menghilangkan trauma yang dialami Siti Syalsa Triwinarsih. Dia merupakan salah seorang pelajar yang mengungsi ke Makasar dari Palu, pasca gempa dan tsunami.

ANDI SYAEFUL, Makassar

PERISTIWA Jumat petang, 28 September 2018, tak akan pernah dilupakan Siti. Gempa bumi bermagnitudo 7,2 SR disertai tsunami yang mengguncang Palu dan Donggala, membuatnya harus menyingkir dari kota yang dijuluki Kota Kaledo.

Anak kedua pasangan Murtalak dan Nurhaerana ini, mencoba menjalani hidup baru di Makassar. Sekolah di tempat baru, serta bersosialisasi dengan teman dan orang baru.

Perempuan 15 tahun itu, ikut pelajaran Rabu siang,10 Oktober di SMA Negeri 17 Makassar. Dia tampak tak cunggung lagi berbincang dengan teman-teman kelasnya. Sebelum mengikuti pelajaran, dia berbagi cerita tentang kondisi kota kelahirannya hingga bisa sampai di Makassar.

Katanya, pasca gempa, kondisi di Palu saat ini sudah tidak memungkinkan. Baik untuk belajar atau aktivitas sehari-hari. Makanya pekan lalu, dia serta kedua orang tua serta saudaranya hijrah sementara ke Makassar.

”Sekolah saya di SMAN 3 Palu, sudah tidak bisa dipakai. Bangunannya rusak, tidak bisa lagi untuk belajar,” beber siswa kelas XII IPA I di SMAN 17 Makassar ini.

Beruntung saat tiba di Makassar pekan lalu, sudah ada keluarganya yang menunggu. Dia menumpang pesawat Hercules, bersama para pengungsi yang lain dari Palu.

Dia ingat betul masa-masa di pengungsian bersama keluarganya. Sesekali dia menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya saat terbang menggunakan Hercules.

Tiba di Makassar pun demikian. Semua tak langsung bisa bersosialisasi. Goncangan gempa yang sangat dahsyat membuat Siti sangat trauma. Ketika mendengar suara keras, ingatannya langsung pada peristiwa yang menewaskan ribuan orang itu.

Saat gempa terjadi, dia berada di luar rumah. Rumahnya hancur, mereka juga takut masuk ke dalam bangunan lantaran kondisi gempa yang terus berulang.

”Trauma seperti itu yang kami alami. Pokoknya suara besar, seperti mobil melintas. Itu saya langsung melotot,” bebernya.

Hampir dua pekan tak bersekolah, membuat Siti bingung. Harus kejar mata pelajaran, sementara saat ini mereka tak mungkin bisa kembali ke Palu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan