Penyakit SMA Bisa Sebabkan Kematian

jabarekspres.com, BANDUNG – Penyakit langka Spinal Muscular Atrophy (SMA) bersarang di tubuh Diqta Al-Farizi, 6. Anak bungsu dari Tiga bersaudara yang lahir dari rahim Dian, 34. Penyakit genetik itu melemahkan pergerakan otot rangka tubuh dan mengharuskannya menggunakan kursi roda khusus untuk beraktifitas.

Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSHS Bandung, Ellyana Sungkar mengatakan berdasarkan data secara internasional penyakit SMA menjadi penyebab kematian nomor satu pada bayi atau anak-anak dibawah usia dua tahun. Selain sulitnya pengobatan juga fasilitas kesehatan dan penanganan atau terapi penyandang SMA belum memadai. Selain itu tidak banyak atau tidak ada riset mengenai penanganan SMA karena terbatasnya dana penelitian dan tenaga ahli kesehatan bidang SMA.

”Untuk obat penyakit SMA hanya di Amerika, itupun baru tahap uji coba dan biayanya bisa mencapai Rp 1 miliar sekali berobat. Sedangkan pengobatan penyakit ini harus dilakukan seumur hidup,” papar Ellyana.

Sebutnya, sebagai penyakit genetik SMA diturunkan ke anak jika kedua orangtuanya membawa mutasi gen SMN1 (carrier) dan individu dengan carrier SMA tidak menampakan gejala SMA secara fisik.

”Menurut perkiraan, 1 dari 50 orang adalah carrier SMA dan 1 dari 10.000 yang lahir adalah penyandang SMA. Tapi, biasanya dalam satu keluarga hanya satu keturunan saja yang mengidap penyakit SMA,” terangnya.

Ellyana mengaku, meskipun setiap penyandang SMA memang mengalami kesulitan dalam bergerak, akan tetapi tidak ada penurunan kecerdasan. Mereka tetap memiliki kecerdasan seperti anak pada umumnya. Walau demikian, lanjut dia, bukan itu yang saat ini dihadapi penyandang SMA, selain penanganan medis yang sulit disembuhkan secara sikologis penyandang SMA kerap mendapatkan diskriminasi di sekolah. ”Ada beberapa kasus dimana lembaga pendidikan menolak menerima penyandang SMA. Walaupun ada yang mau menerima tak jarang banyak sekolah umum tidak dilengkapi dengan fasilitas ramah difabel,” pungkasnya.

Sementara itu Dian mengatakan, saat dalam kandungan dan melahirkan Diqta dirinya tak mengetahui jika anaknya mengidap penyakit SMA secara genetik. Bahkan kata Dian, dokter yang menangani pasca-kelahiranpun menyatakan bahwa Diqta dalam kondisi normal dan sehat.

Tinggalkan Balasan