Minimnya Pengawasan, Pakar Unpad Sebut Program Makan Bergizi Gratis Sarat Persoalan

Minimnya Pengawasan, Pakar Unpad Sebut Program Makan Bergizi Gratis Sarat Persoalan
Pelajar korban keracunan usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) menjalani perawatan medis di ruang kelas SMPN 1 Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Pakar Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran menilai Program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum siap dijalankan secara nasional, minimnya pengawasan disebut menjadi salah satu faktor munculnya berbagai persoalan di lapangan.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Asep Sumaryana, menyebut pelaksanaan program unggulan era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tersebut terkesan asal jalan, sehingga pada tahun pertama implementasinya menimbulkan berbagai masalah di masyarakat.

“Kemudian ketika kasus muncul maka muncul perhatian dari banyak pihak. Sehingga pelaksanaan MBG yang tidak memenuhi syarat itu terbuka semuanya,” kata Asep saat dihubungi, Senin (22/12/2025).

Baca Juga:Usai Menu MBG Jadi Sorotan, Dinkes Bogor Akhirnya Buka Suara!Kualitas MBG Jadi Sorotan, Dinkes Kabupaten Bogor Belum Beri Tanggapan

Ia menegaskan, sebelum program tersebut dilanjutkan pada tahun anggaran 2026, pemerintah perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG selama 2025. Evaluasi tersebut dinilai penting untuk memastikan efektivitas program dalam memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah.

“Memasuki 2026 itu seharusnya dievaluasi dulu pelaksanaan MBG pada tahun 2025. Kalau ternyata hasil evaluasi menunjukkan bahwa MBG itu tidak efektif, mungkin bisa dialihkan ke bentuk lain,” ujarnya.

Menurut Asep, apabila MBG terbukti tidak berjalan optimal, pemerintah dapat menempuh alternatif kebijakan yang lebih tepat sasaran, seperti bantuan tunai langsung atau dialihkan dalam bentuk beasiswa pendidikan bagi keluarga tidak mampu.

“Seperti misalnya diberikan saja uangnya kepada keluarga tidak mampu yang anaknya masih sekolah. Atau mungkin dialihkan dalam bentuk lain, misalnya beasiswa kepada anak yang tidak mampu,” imbuhnya.

Asep menambahkan, berbagai persoalan yang muncul, termasuk kasus keracunan dan dugaan penyalahgunaan anggaran, berkaitan erat dengan lemahnya sistem pengawasan, mulai dari pemilihan penyedia makanan hingga proses pengolahan yang tidak memenuhi standar kesehatan.

“Banyak kejadian keracunan akibat ketidak-higienisan cara memasak. Masaknya di tempat yang tidak higienis, air yang digunakan tidak bersih, dimasak terlalu dini, dan bahan bakunya kurang fresh,” jelasnya.

Selain persoalan kesehatan, Asep juga menyoroti efektivitas konsumsi MBG oleh siswa. Di sejumlah wilayah, terutama perkotaan, makanan MBG justru tidak dikonsumsi dan berakhir terbuang.

Baca Juga:Pola Perlu Diatur, Program MBG Dinilai Memberikan Dampak Terhadap Ketersediaan Bahan PanganBiaya Penggantian Korban Keracunan MBG di KBB Belum Dibayar BGN, Dinkes: Masih Diproses di Tingkat Pusat

“Saya rasa banyak anak-anak yang tidak memakan MBG apalagi di perkotaan. Sehingga dikumpulkan di sekolah dan dibuang. Ini kan mubazir,” katanya.

0 Komentar