JABAR EKSPRES – Kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan pimpinan pondok Pesantren Santri Sinatria Qurani, yang berlokasi di wilayah Desa Karamat Mulya, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung masih menjadi sorotan.
Lembaga Bantuan Hukum Persatuan Umat Islam (LBH PUI), terus melakukan pendampingan terhadap 6 anak santriwati yang menjadi korban kasus pelecehan seksual oleh terduga pelaku berinisial RR (30) tersebut.
Ketua LBH PUI Pusat, Etza Imelda Putri mengatakan, proses hukum terhadap terduga pelaku alias pimpinan pondok pesantren, harus benar-benar dilakukan tanpa toleransi.
Baca Juga:Parah! Selain Jadi Tempat Pimpinan Lancarkan Kekerasan Seksual, Ponpes Sinatria Qurani Juga Tak BerizinKasus Kekerasan Seksual oleh Pimpinan Ponpes di Bandung Berlanjut, LBH PUI Tuntut Hukuman Mati
“Kondisi anak, status dalam trauma ya, karena memang ini (kekerasan seksual) dilakukan berkali-kali oleh pelaku,” katanya kepada Jabar Ekspres, Rabu (26/11/2025).
Imelda menerangkan, dalam kasus kekerasan seksual ini, santriwati alias korban masih berusia 14 hingga 19 tahun.
“Sehingga kami mengimbau kepada Kepala Kejaksaan Agung RI, melalui JAMPIDUM pada Kejaksaan Agung RI, untuk menginstruksikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, untuk memberikan tuntutan maksimal pidana mati,” terangnya.
Imelda menilai, tuntutan tersebut sebagaimana Putusan Kasasi Mahkamah Agung R.I. Nomor : 5642 K/Pid.Sus/2022 Tanggal 8 Desember 2022 jo Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 86/PID.SUS/2022/PT.BDG. Pada 4 April 2022 jo Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor : 989/Pid.Sus/2021/PN.Bdg Tanggal 15 Februari 2022 terhadap Putusan tersebut telah Inkracht Van Gewijsde (Berkekuatan Hukum Tetap).
“Mengutip sebagaimana pertimbangan majelis hakim dalam berbagai tingkatan dalam perkara a quo putusan Judex Facto, yang menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana,” bebernya.
Imelda menambahkan, terdakwa melakukan tindak pidana dengan sengaja, melakukan kekerasan memaksa anak, melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan pendidik.
Sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang beberapa kali, serta menjatuhkan pidana mati sudah tepat dan benar, tidak salah menerapkan hukum serta tidak melampaui kewenangannya.
Baca Juga:Mayoritas Pelaku Kekerasan Seksual di Cimahi dan Bandung Barat Adalah Orang DekatKekerasan Seksual Libatkan Guru Honorer, Tindakan Cepat Diambil SMKN 3 Cimahi!
“Dengan memperhatikan hancurnya kehidupan anak-anak dan menimbulkan efek di kehidupan korban ke depannya, sangatlah tepat Kepala Kejaksaan Agung RI melalui JAMPIDUM pada Kejaksaan Agung RI,” ujar Imelda.
“Untuk menginstruksikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, untuk memberikan tuntutan maksimal pidana mati,” pungkasnya. (Bas)
