Larangan Impor Pakaian Bekas Matikan Pelaku Usaha Thrifting, Hipmi: Harus Diiringi Kemandirian Industri

Larangan Impor Pakaian Bekas Matikan Pelaku Usaha Thrifting, Hipmi: Harus Diiringi Kemandirian Industri
Ilustrasi toko pakaian bekas impor atau thrifting. (Dok. Pixabay)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Kebijakan larangan impor pakaian bekas layak pakai dan usaha thrifting masih menjadi perhatian publik, sebab saat ini tidak sedikit masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada usaha thrifting.

Menyoroti itu, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Anggawira, menilai larangan impor dan trhifting harus diiringi dengan kemandirian industri lokal.

“Kebijakan seperti larangan impor dan ‘thrifting‘ seharusnya tidak sekadar melindungi kelompok industri besar, tetapi diarahkan pada penguatan kemandirian industri nasional dan keberlanjutan UMKM,” ujarnya, dikutip Jumat (7/11/2025).

Baca Juga:Jalan Baru Pelaku Usaha Thrifting, Prabowo: Pertimbangkan Substitusi ProdukImpor Pakaian Bekas Dilarang, Pedagang Thrifting Minta Jalan

Kendati begitu, ia mengaku pihaknya turut mendukung kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya terkait larangan impor pakaian bekas ilegal.

Ia menyadari bahwa selama ini telah banyak barang yang masuk tanpa pajak dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI), itu yang justru merugikan pelaku usaha kecil dan industri lokal.

Kemudian, Himpi mengusulkan tiga langkah konkret guna mencegah pengaruh kelompok tertentu dalam kebijakan fiskal dan perdagangan.

Pertama, pemerintah dinilai perlu memiliki sistem keterlacakan data industri tekstil yang terbuka, mulai dari bahan baku serat, benang, kain, hingga garmen.

Hal itu diperlukan sebagai bukti transparansi data. “Dengan data yang transparan, ruang untuk lobi tidak sehat bisa ditekan,” katanya.

Selanjutnya, Hipmi meminta konsultasi kebijakan dilakukan secara terbuka dan inklusif. Formulasi kebijakan perdagangan, misalnya, tidak boleh hanya melibatkan asosiasi besar atau pemain hilir saja, tapi juga industri hulu, intermediate, UMKM, konveksi rakyat, hingga pelaku garmen kecil.

“Hipmi siap menjadi jembatan antara seluruh pelaku usaha agar suara UMKM tidak tenggelam,” ujarnya.

Baca Juga:Dukung Penindakan Impor Ilegal Pakaian Bekas, Kadin: Bentuk Perlindungan Industri NasionalDari Sumbangan ke Sampah: Sisi Gelap Industri Pakaian Bekas Global

Terakhir, penguatan penegakan hukum terhadap impor ilegal dan penyelundupan. Menurut Anggawira, masalah ini bukan sekadar urusan ekonomi, tetapi menyangkut keadilan hukum.

“Hipmi mendorong adanya Satgas lintas kementerian agar penindakan konsisten, bukan hanya razia sesaat,” tegasnya.

Untuk itu, Anggawira menilai arah kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan kemandirian industri dan substitusi impor sudah berada di jalur yang benar.

Apalagi, lanjut dia, Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara selain China dan India yang memiliki rantai industri tekstil lengkap, mulai dari serat hingga produk jadi, sehingga potensinya sangat besar untuk dikembangkan.

0 Komentar