JABAR EKSPRES – Di tengah laut biru Maluku, Banda Neira kini tak sekadar destinasi wisata sejarah. Pulau kecil yang dulu menjadi pusat rempah dunia ini sedang bertransformasi menjadi laboratorium hidup tempat laut, budaya, dan kesejahteraan masyarakat berpadu dalam satu sistem berkelanjutan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan Banda Neira sebagai kawasan model integrasi konservasi laut, arkeologi, dan budaya maritim melalui program laut untuk Kesejahteraan (Lautra).
Kawasan tersebut juga diproyeksikan menjadi laboratorium ekonomi pesisir yang menyeimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat pesisir.
Baca Juga:Penguatan Hubungan Ekonomi, Kadin Optimis Perdagangan Indonesia-Brasil Naik hingga Tiga Kali Lipat Buka Peluang Ekonomi Baru, Indonesia dan Turki Jalin Kerja Sama Penerbangan Sipil
“Program Lautra menempatkan Banda Neira sebagai kawasan prioritas karena memiliki kekayaan ekosistem laut sekaligus nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Kami ingin membangun model pengelolaan laut yang tidak hanya lestari, tetapi juga mensejahterakan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, dikutip dari ANTARA, Selasa (28/10).
Selain itu, Koswara menyebutkan program Lautra mencakup 11 provinsi, 20 kawasan konservasi, dan 3 wilayah pengelolaan perikanan dengan total area mencapai 8,3 juta hektare.
Melalui empat komponen utama yakni penguatan kelembagaan konservasi, pembangunan ekonomi lokal, pembiayaan berkelanjutan (blue financing), dan manajemen proyek terpadu, KKP menargetkan lebih dari 75 ribu penerima manfaat langsung, termasuk 30 persen kelompok perempuan pesisir.
Banda Neira dinilai sebagai pusat pengembangan ekonomi pesisir berkelanjutan yang memadukan alam dan budaya.
Bersama mitra akademik, KKP mendorong lima arah pengembangan, antara lain diversifikasi ekowisata bertema sejarah dan bahari, pembentukan koperasi wisata maritim, pembangunan infrastruktur ekonomi lokal seperti dermaga wisata dan museum budaya laut, hingga pelatihan masyarakat menjadi storyteller dan pemandu wisata budaya bersertifikat.
Sementara itu, Direktur Jasa Bahari Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP Enggar Sadtopo menyampaikan bahwa pendanaan program dilakukan melalui tiga skema hibah, mulai dari micro grant senilai Rp150 juta hingga matching grant sebesar Rp1,25 miliar.
“Kami ingin memastikan ekonomi tumbuh tanpa merusak laut,” lanjutnya.
Baca Juga:Dorong Kepastian bagi Pelaku Usaha, Menkeu Bakal Telusuri Proyek Kementerian yang Belum BayarSkema Baru Kompensasi Energi 70 Persen, Purbaya: Bisa Untungkan Pertamina dan PLN
Rektor Universitas Banda Neira, Muhammad Farid, menyebut kawasan Banda Neira sebagai “ laboratorium hidup” pembangunan berkelanjutan yang membutuhkan kolaborasi lintas sektor.
