Terbukti Manipulasi Dokumen Pengadaan Lahan Proyek Bendungan Cipanas, Kejari Sumedang Tahan 2 Tersangka

Terbukti Manipulasi Pengadaan Lahan Proyek Bendungan Cipanas, Kejari Sumedang Tahan 2 Tersangka
Kepala Kejaksaan Negeri Sumedang, Adi Purnama, (tengah) didampingi tim penyidik saat memberikan keterangan pers terkait penetapan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek Bendungan Cipanas. (Kejari Sumedang for Jabar Ekspres)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumedang resmi tetapkan dua orang tersangka, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di proyek strategis nasional (PSN).

Dua orang yang resmi ditahan itu, karena terbukti melakukan korupsi pada pengadaan tanah pembangunan Bendungan Cipanas, Kabupaten Sumedang.

Kepala Kejaksaan Negeri Sumedang, Adi Purnama, mengungkapkan bahwa penyidikan yang dilakukan pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan serius dalam proses pengadaan tanah proyek strategis tersebut.

Baca Juga:Ini Alasan Gubernur Jabar Prioritaskan Pembangunan Desa Penghasil Pajak di 2026!Telan Anggaran Rp 1,3 Triliun Bendungan Cipanas Cikedung Jebol, Dewan Jabar Langsung Sidak

“Dari hasil penyidikan, ditemukan adanya 26 bidang tanah yang pengadaannya bermasalah,” katanya, Rabu (15/10/2025).

Diketahui, kedua pelaku tersebut, masing-masing berinisial A, pihak swasta, dan T, sekretaris pengadaan tanah pada 2022 lalu.

Mereka diduga kuat menjadi otak di balik manipulasi administrasi kepemilikan lahan demi memperoleh uang ganti rugi secara melawan hukum.

Menurut Adi, kedua tersangka melakukan rekayasa jual beli fiktif, dengan praktik memalsukan data riwayat kepemilikan tanah.

Dalam modusnya, lahan-lahan tersebut seolah telah berpindah tangan sebelum keputusan penetapan lokasi proyek dikeluarkan.

Padahal, transaksi baru dilakukan setelah terbitnya Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 593/Kep.727-Pemum/2016 tentang Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Bendungan Cipanas.

Akibat ulah kedua pelaku, negara mengalami kerugian mencapai Rp6,46 miliar, berasal dari pembayaran ganti rugi kepada pihak-pihak yang sejatinya tidak berhak.

Baca Juga:Jaga Daya Beli Menengah Atas, Menkeu Pastikan PPN DTP 100 Persen untuk Properti Diperpanjang hingga 2027Pembebasan Lahan Wilayah Genangan Bendungan Cipanas Terlunta-lunta

“Nilai kerugian negara itu berasal dari pembayaran tanah fiktif yang diklaim oleh oknum tertentu melalui dokumen palsu,” beber Adi.

“Dari hasil penyelidikan, para pelaku menggunakan pola sistematis,” tambahnya.

Adi menjelaskan, dalam praktiknya, para pelaku mengatur agar dokumen kepemilikan tanah terlihat sah secara administratif, lengkap dengan akta jual beli palsu dan bukti transaksi seolah-olah dilakukan sebelum proyek berjalan.

Dengan cara tersebut, pihak yang sebenarnya tidak memiliki tanah dapat menerima pembayaran ganti rugi.

“Modusnya sangat rapi. Ada unsur kerja sama antara oknum dalam tim pengadaan tanah dengan pihak luar,” jelasnya.

Adi mengungkapkan, atas perbuatan para pelaku korupsi itu dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

0 Komentar