Jalan Rusak : Ancaman Hak Dasar Warga

Dosen Fakultas Hukum Unigal Ciamis Firman Nugraha.
Dosen Fakultas Hukum Unigal Ciamis Firman Nugraha.
0 Komentar

Firman Nugraha(Dosen Fakultas Hukum Unigal Ciamis)

Di ruas jalan Rejasari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, jalan rusak telah menjelma menjadi jalur maut. Hampir setiap pekan, ada pengendara yang jatuh: mulai dari pelajar, ibu rumah tangga, hingga orang tua. Luka-luka serius menjadi permakluman.

Sementara yang lebih memilukan, masih teringat tahun 2016 di Kujangsari, Karman (60) meninggal di tempat kejadian akibat tertabrak sepeda motor yang dikemudikan Nurhidayati (30), kejadian tersebut diduga kuat akibat pengendara sepeda motor menghindari jalan yang berlubang sehingga keluar dari jalan aspal dan menabrak korban yang sedang berdiri di pinggir jalan usai menyebrang.

Fakta bahwa sebuah infrastruktur publik justru merenggut kehidupan manusia agaknya membuat kita bertanya lebih dalam: apakah negara benar-benar menjalankan kewajibannya melindungi hak hidup warga ?

Baca Juga:Lewat “A Legacy of Love”, Sun Life Indonesia Gelar Bright Talk Spesial PGN Ajak Jurnalis Naik Taksi BBG dalam Roadshow AJP 2025 Teritori Jatimbalinus

Hak hidup adalah hak paling mendasar dalam sistem hukum maupun prinsip hak asasi manusia. UUD 1945, melalui Pasal 28A, menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Hak ini bersifat non-derogable right—tidak bisa ditunda, dikurangi, apalagi dikesampingkan dengan alasan apapun termasuk keterbatasan anggaran.

Dalam perspektif HAM, perlindungan hak hidup warga adalah kewajiban asasi negara, kita kenal dengan dalil salus populi suprema lex, yakni keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Dalil tersebut adalah prinsip eksistensial diciptakannya negara. Bahwa manusia memilih hidup dalam suatu negara karena adanya kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai ancaman yang dapat merampas hak dan kebebasan dasarnya. Kehidupan bernegara diyakini mampu memberikan jaminan rasa aman serta perlindungan atas hak dan kebebasan tersebut, dibandingkan jika manusia tetap berada dalam kondisi alamiah tanpa negara (state of nature), di mana yang kuat mendominasi yang lemah dalam relasi yang menindas dan eksploitatif dengan corak homo homini lupus.

Maka dari itu, kegagalan negara mencegah situasi yang mengancam nyawa warga sama saja dengan mengabaikan kewajiban eksistensialnya. Jalan rusak yang berulang kali memakan korban adalah bentuk nyata dari kelalaian tersebut.

Kerangka hukum nasional memberi pijakan yang jelas. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 24, menyebutkan bahwa penyelenggara jalan dalam hal ini yaitu Pemerintah Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan Kota sesuai kategori jalan wajib segera memperbaiki jalan yang rusak dan membahayakan keselamatan.

0 Komentar