- Perusahaan teknologi global (kebanyakan dari AS): Mereka bisa mendapatkan data pengguna Indonesia secara legal dan digunakan untuk analisis pasar, iklan, dan pengembangan produk.
- Pemerintah Indonesia: Bisa menunjukkan komitmen terhadap kerja sama ekonomi digital dengan negara adidaya dan meningkatkan nilai perdagangan.
Yang paling berisiko:
- Rakyat Indonesia: Privasi berpotensi dikorbankan tanpa disadari, apalagi jika data digunakan untuk manipulasi digital, iklan politik, atau pengawasan diam-diam.
- UMKM dan bisnis lokal: Bisa kalah bersaing jika data strategis pelanggan lokal dimanfaatkan oleh perusahaan asing.
Banyak pihak mengkritik kebijakan ini:
- “Data pribadi adalah bagian dari kedaulatan. Jangan dijadikan alat tukar diplomasi ekonomi.”Pengamat Kebijakan Publik
- “Tanpa pengawasan ketat, ini bisa jadi bentuk kolonialisme digital baru.” Aktivis Perlindungan Data
Selain itu, hingga kini belum terbentuk lembaga pengawas independen perlindungan data seperti yang diwajibkan UU PDP. Artinya, siapa yang mengawasi praktik transfer data ini? Belum jelas.
Transfer data lintas negara memang menjadi bagian tak terelakkan dari ekonomi digital. Tapi saat menyangkut data pribadi rakyat, pemerintah wajib transparan, adil, dan menjaga kepentingan nasional di atas segalanya.
Baca Juga:Viral Bendera One Piece Berkibar Simbol Perlawanan di Negeri yang Katanya Merdeka, Ini Kata Prabowo SubiantoVIRAL! Logo HUT RI ke-80 Tuai Kritik Dianggap Gagal Total, Netizen: Estetika Nol Besar
Jika data WNI benar-benar diserahkan ke AS tanpa pengawasan dan pengamanan yang memadai, maka yang terjadi bukan kerja sama—melainkan penyerahan kedaulatan digital secara sukarela.
