JABAR EKSPRES – Isu penyerahan data warga negara Indonesia (WNI) ke Amerika Serikat (AS) tengah menjadi sorotan tajam. Dalam sebuah diskusi terbuka bertajuk “Diplomasi Ekonomi: Menavigasi Tantangan Global Menuju Kemitraan Ekonomi Baru” yang disiarkan kanal YouTube BeritaSatu, terungkap bahwa kerja sama ekonomi Indonesia–AS mencakup transfer data lintas negara.
Pertanyaannya data siapa yang dikirim? untuk kepentingan siapa? dan siapa yang paling diuntungkan? Pemerintah menyebut bahwa data yang akan ditransfer ke AS adalah data komersial, bukan data pribadi yang bersifat sensitif seperti KTP, kesehatan, atau biometrik.
Data ini berasal dari aktivitas digital masyarakat seperti belanja online, penggunaan aplikasi, hingga jejak media sosial. Tapi masalahnya, Bukankah data komersial itu tetap bisa digunakan untuk membentuk profil seseorang? Inilah yang membuat publik mulai khawatir. Sekalipun bukan data “sensitif”, informasi tentang perilaku konsumen, preferensi, hingga lokasi bisa dijadikan alat profiling dan jika jatuh ke tangan asing, jelas bisa disalahgunakan.
Baca Juga:Viral Bendera One Piece Berkibar Simbol Perlawanan di Negeri yang Katanya Merdeka, Ini Kata Prabowo SubiantoVIRAL! Logo HUT RI ke-80 Tuai Kritik Dianggap Gagal Total, Netizen: Estetika Nol Besar
Menurut penjelasan resmi, transfer data ini dilakukan dalam kerangka kerja sama perdagangan digital (Digital Trade Agreement). Pemerintah mengklaim bahwa semua dilakukan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang mengatur syarat-syarat penyerahan data ke luar negeri.
Berikut mekanismenya:
1. Data yang ditransfer adalah data yang sudah dikumpulkan oleh perusahaan digital (e-commerce, media sosial, dll). Pemerintah menyatakan tidak ikut campur dalam proses ini selama pihak pengumpul data sudah mematuhi UU PDP.
2. Negara tujuan (dalam hal ini AS) harus memiliki perlindungan data yang “setara” dengan Indonesia. Jika tidak, maka dibutuhkan mekanisme tambahan seperti perjanjian antar perusahaan atau persetujuan eksplisit dari pemilik data.
3. Pemerintah tidak akan menyerahkan data langsung, tapi membolehkan perusahaan teknologi melakukannya dalam koridor kerja sama ekonomi.
Namun, yang belum jelas adalah:
- Siapa yang memverifikasi kesetaraan perlindungan data di AS?
- Bagaimana jika terjadi kebocoran atau penyalahgunaan?
- Apakah rakyat benar-benar tahu bahwa data mereka berpindah tangan?
