JABAR EKSPRES – Sebagai bagian dari kelas menengah, pernahkah kamu duduk diam, iseng scrolling sosial media, lalu tiba-tiba terpikir sesuatu seperti ini, “aku sudah bekerja sekuat tenaga, setiap bulan mendapat gaji yang cukup baik. Bisa makan enak, sesekali liburan, tapi kenapa ya hidup rasanya seperti tak pernah cukup?”
Kami yakin kamu pernah merasakan hal serupa, atau setidaknya sering mendengar keluhan seperti itu dari temanmu.
Nah, kali ini kami ingin membahas satu topik yang jarang sekali dibicarakan orang. Bahkan, bisa jadi kamu sendiri belum menyadari bahwa selama ini kamu sedang terjebak di dalamnya.
Baca Juga:7 Jenis Konfigurasi Mesin Sepeda Motor dan Karakteristiknya, Bukan Hanya 1 SilinderJangan Anggap Remeh! Ini Dampak Fatal Jika Telat Ganti Oli Mesin
Kami ingin membahas soal problematika kelas menengah. Ya, kita ini, yang katanya sudah hidup lumayan. Tidak miskin, tapi juga belum kaya. Setiap bulan gajian cukup untuk bayar kos, bayar cicilan, makan enak, sesekali beli kopi kekinian, atau staycation murah. Tapi anehnya, baru pertengahan bulan, isi rekening sudah mulai menipis. Pernah merasa begitu?
Coba pikirkan. Mengapa hidup kita terasa stagnan? Kita bekerja keras, berharap bisa naik kelas, tapi kenyataannya tidak sesederhana itu. Justru banyak yang bilang, kelas menengah sengaja dibuat nyaman agar tetap bisa “diperah”.
Terdengar seperti teori konspirasi? Tenang, kami tidak sedang bicara soal bumi datar. Ini soal sistem ekonomi, budaya, dan gaya hidup yang, tanpa kita sadari, membentuk kita menjadi mesin penggerak bagi keuntungan pihak lain.
Contohnya begini, kita bekerja keras setiap hari, lalu gaji kita habis untuk bayar cicilan rumah, kendaraan, kartu kredit, dan sisanya digunakan untuk menunjang gaya hidup agar terlihat sukses, beli gadget baru, nongkrong di kafe estetik, liburan kecil-kecilan. Dan tiba-tiba, uang sudah habis. Menunggu gajian berikutnya, dan siklus ini terulang lagi dan lagi.
Tanpa kita sadari, kita tidak pernah benar-benar bebas. Kita seperti hamster yang terus berlari di roda, capek, ngos-ngosan, tapi tetap di tempat yang sama.
Yang lebih menyedihkan, kita sering menyalahkan diri sendiri. “Mungkin aku kurang kerja keras.” Padahal, masalahnya bukan semata-mata pada kamu, tetapi pada sistem yang memang dirancang seperti itu.
