JABAR EKSPRES – Sebanyak 450 orang warga yang terdampak proyek nasional, Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) menuntut hak yang belum tuntas.
Sejumlah korban itu, merupakan warga di Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan dan warga di Pamekaran, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang.
Sebanyak 320 orang Desa Ciherang dan 130 orang Desa Pamekaran bersama-sama menuntut keadilan, atas pembebasan lahan yang digunakan oleh pemerintah untuk Tol Cisumdawu yang jika ditotalkan luasnya sekira 112 hektare.
Baca Juga:Tahun Ajaran Baru, SMK Yasira Ciamis hanya Diisi Satu SiswaPesta Pernikahan Anak Dedi Mulyadi di Garut Telan Korban Jiwa, Kericuhan Terjadi Saat Makan Gratis
Kala itu mereka hanya diberikan Rp28 miliar, padahal setelah adanya bukti dokumen atas pembelian tanah, ternyata dari luas tanah tersebut warga seharusnya menerima uang dari pemerintah sebesar Rp432 miliar.
Ketika dikonfirmasi terkait hal tersebut, Sekretaris Daerah Jawa Barat (Sekda Jabar), Herman Suryatman hanya menjawab singkat.
“Mangga (silahkan) koordinasi teknis dengan pak Bupati serta bu Sekda Sumedang,” katanya kepada Jabar Ekspres, Jumat (18/7).
Herman tak merincikan, apakah persoalan yang mencuat sekarang ini pernah didorong penyelesaiannya, semasa dirinya menjabat sebagai Sekda Sumedang.
Dia hanya membenarkan, jika dalam teknis pembebasan lahan, Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang diikut sertakan sebagai pihak yang memberikan fasilitas.
“Mengenai pembebasan kewenangan (ranahnya ada di) Kementerian PU (PUPR/Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Pemda Sumedang turut memfasilitasi,” tutup Herman.
Selama ini warga terdampak Tol Cisumdawu kelimpungan, mereka menjadi korban ketidak adilan, tak tahu harus menuntut haknya kepada siapa. Sempat menanyakan ke Pemda Sumedang tapi tak membuahkan hasil.
Baca Juga:Sempat Buron, Polisi Berhasil Tangkap 1 Tersangka Kasus Perdagangan Bayi Jaringan InternasionalBerujung Diserang Simpatisan Dedi Mulyadi, Wakca Balaka Kecam Penggunaan Akun Media Sosial Lembaga Publik
Hal itu diungkapkan oleh korban sekaligus Koordinator Warga Terdampak, Yayat (63). Dia mengaku, sejak 2010 lalu mereka bergerak mandiri dan sempat mendapatkan intimidasi, dalam perjuangan mendapatkan hak yang seharusnya diterima atas pembebasan lahan.
“Pemda Sumedang waktu itu kita sudah pernah tanyakan, tapi gak ada solusi, gak ditanggapi,” ungkapnya.
Yayat menerangkan, sempat melakukan audensi ke DPRD Kabupaten Sumedang beberapa waktu lalu, kemudian para warga korban terdampak pun diundang hadir bertemu pihak Kementerian PUPR, membahas dokumen tersebut.
Akan tetapi, usai pertemuan yang pernah dilakukan Kementerian PUPR bersama DPRD dan beberapa pejabat Pemda Sumedang itu, tak dibuat pencatatannya alias tidak ada notulensi audiensinya.
