Israel sebagai Simbol Perlawanan terhadap Jakarta dan Jawa
Pernahkah terpikir bahwa sebagian masyarakat Indonesia timur mencintai Israel bukan semata karena kedekatan keimanan, tetapi juga sebagai bentuk protes terhadap pusat kekuasaan? Jakarta dalam narasi lokal sering dianggap sebagai simbol penindasan ekonomi, eksploitasi sumber daya, dan kekuasaan yang tidak ramah terhadap daerah. Di sisi lain, Israel dalam banyak khotbah gereja dan diskusi informal digambarkan sebagai bangsa kecil yang berani berdiri melawan dunia.
Dukungan terhadap Israel, dalam konteks ini, bukan hanya berakar pada keimanan atau sejarah, melainkan juga menjadi simbol perlawanan: “Kami bukan bagian dari kalian. Kami punya identitas sendiri.” Ini adalah pelampiasan frustasi yang tak tersalurkan, sekaligus pesan politik yang tersirat: jika kami terus dianggap minoritas yang terpinggirkan, maka kami akan memilih jalan kami sendiri, meski jalan itu bertentangan dengan arus utama nasional.
Media Rohani sebagai Sumber Narasi Pro-Israel
Mengapa dukungan terhadap Israel begitu kuat di wilayah timur Indonesia? Salah satu jawabannya terletak pada apa yang mereka tonton, dengar, dan konsumsi secara spiritual setiap harinya.
Baca Juga:2 Resep Es Kopi Enak dan Murah Bahan Kurang Dari Rp10.000 Andalan Anak Kos10 Game Android Offline Terbaik 2025, Seru Tanpa Koneksi Internet
Di era digital ini, dunia tidak hanya dibentuk oleh politik dan agama, tetapi juga oleh media, terutama media berbasis keagamaan yang dominan di wilayah seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua. Media Kristen global memiliki jangkauan yang jauh lebih dalam dibandingkan media nasional. Dari sinilah narasi-narasi pro-Israel tumbuh, menguat, bahkan dianggap sebagai bagian dari iman yang tak bisa diganggu gugat.
Banyak gereja, terutama yang beraliran karismatik dan injili, menayangkan siaran dari luar negeri seperti God TV, Daystar, CBN (Christian Broadcasting Network), atau kanal YouTube gereja-gereja dari Amerika dan Australia. Konten-konten yang mereka konsumsi berisi khotbah dari pendeta-pendeta Amerika yang membela Israel dengan penuh semangat, menyebut Israel sebagai pusat dunia rohani, tanah kedatangan Yesus yang kedua, dan bangsa Yahudi sebagai anak sulung Allah.
Konten seperti ini dikonsumsi tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak melalui lagu sekolah minggu, animasi rohani, dan tontonan pujian. Israel digambarkan sebagai tempat ajaib penuh mukjizat, bukan sebagai entitas politik, tetapi sebagai tanah perjanjian Tuhan. Lagu-lagu pujian seperti Yerusalem Kota Mulia, Aku Rindu Menari di Zion, atau Berkatilah Israel dinyanyikan setiap minggu, membentuk ikatan emosional dan spiritual sejak usia dini.
