JABAR EKSPRES – Sebanyak 212 produsen beras ditindak setelah kedapatan melakukan kecurangan. Hal itu disampaikan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman beberapa waktu lalu.
Amran mengungkapan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kapolri dan Jaksa Agung untuk menindak tegas para pelaku.
Namun demikian, demi mengamankan barang bukti, pihaknya belum mengungkapkan nama-nama produsen nakal yang terlibat itu.
Baca Juga:Kemenhut Minta Tambahan Anggaran Rp408 Miliar, Ternyata untuk Ini!Konflik Memanas, Anggota DPRD Cimahi Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Pencemaran Nama Baik
“Karena itu agar barang bukti tidak dihilangkan. Dan nanti pasti diumumkan semua, terumumkan secara otomatis, kalau sudah dipanggil oleh penegak hukum,” katanya di Jakarta dikutip Kamis (3/7/2025).
Menurutnya, kondisi ini menjadi momentum penting. Mengingat saat ini stok beras nasional dalam kondisi melimpah, namun harga di pasaran justru naik.
“Sekarang ini tidak ada alasan harga naik, tidak ada. Produksi naik sesuai BPS, sesuai badan pangan dunia (FAO) … Kemudian stok kita tertinggi sepanjang sejarah. Terus alasan apa lagi harga naik?” tegas Amran.
Kemudian, menanggapi laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai inflasi Juni yang salah satunya dipicu oleh kenaikan harga beras, Amran berpendapat bahawa itu terjadi karena adanya permainan harga.
Ia menyebut bahwa pada bulan-bulan sebelumnya, harga di tingkat petani justru turun, sementara harga di tingkat konsumen naik.
“Ternyata beras yang dijual premium bukan premium, 80 persen. Beras dijual medium bukan medium, itu beras curang,” ujar Amran.
Selain pengoplosan, Amran juga menemukan adanya produk beras yang volumenya kurang dan kualitasnya di bawah standar yang seharusnya.
Baca Juga:Ini Kata Pemkot Bandung Soal Langkah Mitigasi di Tengah Ancaman BencanaHarga LPG 3 Kg Naik Tajam, Pemkot dan Hiswana Saling Lempar Tanggung Jawab
Investigasi kasus kecurangan beras komersial dilakukan setelah adanya anomali soal beras, padahal produksi padi saat ini sedang tinggi secara nasional, bahkan tertinggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok hingga saat ini mencapai 4,2 juta ton.
Berdasarkan hasil temuan pada beras premium dengan sampel 136, ditemukan 85,56 persen tidak sesuai ketentuan; 59,78 persen tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET); serta 21,66 persen tidak seusai berat kemasan.
Lalu, temuan pada beras medium dengan sampel 76 merek ditemukan 88,24 persen tidak sesuai mutu beras; 95,12 persen tidak sesuai HET; serta 9,38 persen tidak seusai berat kemasan.
